Negeri ini dilanda permasalahan lingkungan hidup, bencana tahunan sudah menjadi tradisi, seperti banjir, longsor dan kekeringan.
Pemanasan global yang disebabkan oleh kelebihan karbondioksida (CO2) di udara yang merupakan sisa-sisa pembakaran, sudah mulai meresahkan negara-negara diseluruh dunia.
Dijelaskan dalam Canopy.org (2006), setiap pohon yang tertanam mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Satu pohon yang besar mampu menghasilkan persediaan oksigen untuk 4 orang per hari. Suatu pohon mampu menyerap karbondioksida (CO2) dalam radius 26,000 mil, mampu memindahkan sulfur dioksida dan nitrogen oksida (dua komponen utama dari hujan asam dan polusi ozon), mengurangi 40% polusi suara oleh kebisingan yang mempengaruhi hipertensi, peningkatan kolesterol, sifat lekas marah dan perilaku agresif.
Pohon mampu mengatasi masalah debu dan asap rokok dari udara, tingkatan debu dan asap dapat diturunkan 75% pada area yang dinaungi pohon. Penelitian menunjukkan tanaman yang tumbuh di perkotaan berpengaruh pada kemampuan memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah tinggi dan membuat rasa relax pada pikiran.
Dijelaskan pula bahwa, pohon mampu mengurangi panas dan temperatur di wilayah perkotaan sebanyak 90C, hal ini dikarenakan pohon merupakan alat pendingin alami, penguapan dari satu pohon dapat menghasilkan efek pendinginan sama dengan sepuluh alat pendingin yang beroperasi 20 jam sehari. Warna hijaunya membuat tenang dan membantu pemulihan mata secara cepat dari ketegangan.
Mengingat arti pentingnya keberadaan tumbuhan dan hutan pada umumnya serta bahaya dari dampak pemanasan global, maka untuk mengantisipasi hal tersebut, upaya pelestarian hutan dan penanaman pohon sebanyak-banyaknya merupakan aksi konkret dari agenda kegiatan lingkungan hidup.
Sejak tahun 2003, upaya rehabilitasi lahan kritis di indonesia hanya mampu menjangkau 600.000-an hektar. Sementara saat ini lahan kritis di Indonesia 59,2 juta hektar (Kompas, 14 Juli 2007).
Disisi lain ibarat sebuah bom waktu, permasalahan BBM kini hanya tinggal menunggu habisnya cadangan minyak bumi yang tidak lama lagi. Konsumsi BBM oleh masyarakat secara nasional masih sangat dominan (63%), tingginya ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi, memberi konsekuensi tersendiri.
Bukan saja beban anggaran yang memberatkan negara karena biaya subsidi harus terus diberikan untuk mempertahankan harga jual yang terjangkau oleh konsumen, namun pada saat yang sama juga menimbulkan problem psikologis, munculnya restriksi dari publik manakala fasilitas subsidi dicabut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan sumber-sumber energi nabati. Alternatif yang sering muncul adalah penanaman pada lahan kritis dan sistem tumpangsari.
Akan tetapi apakah cukup menjamin stok pemenuhan energi kedepan ?
Jika kita cermati kedua permasalahan diatas ada sebuah titik temu antara pemenuhan energi nabati dan rehabilitasi lahan kritis. Solusinya adalah dengan menanam pohon yang dapat dijadikan tanaman KONSERVASI dan dapat menghasilkan ENERGI ALTERNATIF .
Selama ini penyelesaian masih bersifat parsial misalkan dengan kelapa sawit atau jarak pagar untuk pemenuhan energi nabati, namun kurang sesuai untuk penghutanan kembali. Demikian juga dengan solusi rehabilitasi lahan kritis, misalnya dengan jati, mahoni dan akasia yang justru memancing untuk ditebang lagi karena kayunya.
Kemiri Sunan Menjawab Global Warning
Guna mengatasi permasalahan rehabilitasi lahan kritis di Indonesia, Kemiri Sunan merupakan alternatif salah satu pilihan yang tepat, dengan melihat karakteristiknya yang sesuai sebagai tanaman rehabilitasi.
Tumbuh sebagai tegakan, tinggi dapat mencapai 15 meter atau lebih, kanopi yang cukup rapat dan lebar, serta hidup sampai usia diatas 75 tahun.
Dapat hidup pada daerah dengan ketinggian rendah sampai menengah, di Jawa barat ditemukan hidup pada ketinggian lebih dari 1000 mtr (Hyne, 1987). Kondisi iklim yang optimal untuk pertumbuhannya adalah pada suhu 18,7–26,2oC, pH 5,4–7,1.
Kemiri Sunan merupakan tumbuhan asli dari Philipina, namun saat ini banyak tumbuh secara alami di Jawa Barat (Duke, 1983). Perakarannya yang tunggang mampu mencegah tanah longsor. Kanopi yang rapat dan lebar mampu menahan tetesan air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah, sehingga mampu mengurangi erosi dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah.
Mempunyai daun yang lebat (mencapai puluhan ribu helai daun/pohon), mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam jumlah banyak.
Jika rehabilitasi seluruh lahan kritis di Indonesia (59,2 juta ha), lahan hutan dan lahan tidak produktif menggunakan kemiri sunan, maka akan tertanam lebih dari 10 milyar pohon, dan terdapat triliun-an helai daun.
Apabila hal ini terealisasi, Indonesia menjadi penyuplai oksigen terbesar di dunia.
Kemiri Sunan sebagai Solusi Krisis Energi
Jenis ini mempunyai multiplayer effects.
Selain sebagai solusi tepat rehabilitasi lahan kritis, Kemiri Sunan juga mampu digunanakan sebagai bahan bakar alternatif.
Seiring dengan kebijakan pemerintah dalam pengurangan subsidi harga BBM, pengembangan teknologi untuk mendapatkan energi alternatif pengganti peran BBM di dalam negeri semakin berpeluang, dalam rangka mendukung Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui diversivikasi dan konservasi energi.
Salah satu teknologi tersebut adalah pemanfaatan minyak Nabati sebagai biodiesel. Ada beberapa jenis Tanaman yang saat ini mulai dikembangkan, salah satunya adalah Kemiri Sunan.
Potensi terbesar dari tanaman Kemiri Sunan ada pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji inilah yang nantinya dapat diproses menjadi minyak kemiri sunan dan digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti solar (biodiesel).
Inti dari buah mampu menghasilkan minyak sebesar 56 % (Vassen & Umali, 2001). Untuk mendapatkan minyak, inti biji harus diperah terlebih dahulu, setelah itu baru diekstraksi. Hasil dari ekstraksi ini berupa minyak berwujud cairan bening berwarna kuning dan bungkil ekstraksi.
Komposisi minyak terdiri dari asam palmitic 10 %, asam stearic 9 %, asam oleic 12 %, asam linoleic 19 % dan asam α-elaeostearic 51 %. Asam α-elaeostearic menjelaskan adanya kandungan racun pada minyak. Minyak Kemiri Sunan hasil ekstraksi tersebut kemudian diproses lebih lanjut menjadi biodiesel.
Sisa dari ekstraksi berupa bungkil mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor. Bungkil ini dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk dan Biogas untuk menuju DESA MANDIRI ENERGI (Vassen & Umali, 2001).
Dari hasil dari penelitian awal yang dilakukan oleh mahasiswa di laboratorium IPB atas kandungan minyak dari buah KEMIRI SUNAN juga diperoleh hasil sbb:
Minyaknya selain digunakan sebagai biodiesel, juga digunakan dalam berbagai produk industri. Antara lain digunakan sebagai bahan untuk membuat pernis, cat, sabun, linoleum, minyak kain, resin, kulit sintetis, pelumas, kampas, dan campuran pada pembersih/pengkilap, pelindung kontainer makanan dan obat-obatan, melapisi/melindungi permukaan kawat dan logam lain seperti pada radio, radar, telepon, dan perlengkapan telegraf (Duke, 1978).
Namun ke depannya perlu dibangun sebuah sistem perbenihan mendukung pengembangan Kemiri Sunan. Hal ini mencakup pencarian varietas unggul dan pengembangan kebun induk. Dengan dukungan ketersediaan bahan tanam diharapkan pemanfaatan Kemiri Sunan sebagai bahan bakar alternatif dapat terwujud secara optimal
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Bapak Hendra Natakarmana.
di
Jl Nakula No 75 Bandung
Ingin mengontak Bapak Hendra, silahkan hubungi pengelola blog ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Assalamualaikum, Wr.,Wb
Wah, hebat pak Hendra dapat mengkaji dan meningkatkan nilai ekonomis kemiri sunan.
saya berminat mendapatkan rujukan literatur untuk bahan penelitian kimia.
Saya (Zen) tinggal di Gunung Batu 160 Cimindi
HP. 081573408141
Harapan saya dapat berkonsultasi dengan Pak Hendra. Terima kasih
Posting Komentar