;

Rabu, 14 November 2007

KANESIA 8 , VARIETAS UNGGUL MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAPAS NASIONAL

Kanesia 8 merupakan hasil persilangan antara varietas Deltapine Acala 90 dari Amerika Serikat dengan varietas LRA 5166 dari India yang telah dilepas pada 2003 sebagai varietas unggul baru mendukung pengembangan kapas nasional. Varietas ini mulai digunakan dalam program pengembangan kapas pada tahun 2005.

Ditingkat penelitian, varietas tersebut potensi produksi masing-masing 1.85 ton/ha di Jawa Timur, dan 2.54 di Jeneponto Sulawesi Selatan. Kanesia 8 toleran terhadap hama wereng kapas, Amrasca biguttula, dan relatif tahan terhadap penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp dan penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani dan Sclerozium rolfsii.

Varietas Kanesia 8 dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari kapas dengan palawija. Jika ditanam secara monokultur, jarak tanam adalah 100 cm x 25 cm, satu tanaman per lobang (populasi 40.000 tanaman per hektar). Jika kapas ditanam secara tumpangsari dengan kedelai, jarak tanam kapas 150 cm x 30 cm, dua tanaman per lubang (populasi 44.000 tanaman per hektar), diantara baris kapas diisi dengan tiga baris kedelai dengan jarak tanam 25 cm x 20 cm, 2 tanaman per lubang.

Alternatif lain adalah sistem ‘strip-cropping’ terdiri dari 3-4 baris kapas dan 1 baris jagung, dengan jarak tanam kapas 100 cm x 25 cm. Dosis pupuk minimal adalah 60 kg N, 27 kg P2O5 dan 50 kg K2O per hektar, atau disesuaikan dengan hasil analisa tanah dan tanaman. Pupuk fosfat, kalium, dan 20 % N (berasal dari ZA) diberikan pada umur 7-10 hari, sedangkan sisa N dari Urea diberikan pada umur 6-8 minggu setelah tanam. Sampai tanaman berumur 6 minggu diusahakan tanaman kapas bebas dari kompetisi dengan gulma.

Varietas Kanesia 8 memiliki persen serat 35.3 %, panjang serat 30.3 mm, kekuatan serat 24.7 gr/tex, kehalusan serat 3.9 mikroner dengan kerataan serat 84 %. Mutu serat varietas tersebut dikategorikan sedang (terutama kekuatan seratnya) dan dapat diterima oleh industri TPT nasional.

Selasa, 06 November 2007

PERKEMBANGAN PEMULIAAN DAN PERBENIHAN KELAPA SAWIT

Sinergi dari berbagai intervensi teknologi, seperti benih unggul, input pupuk dan bahan kimia, tata air, serta mekanisasi telah memberikan pengaruh signifikan dalam memacu peningkatan daya hasil berbagai komoditas pertanian, tidak terkecuali kelapa sawit. Dalam hal benih unggul, kontribusi signifikan benih unggul kelapa sawit terhadap produktivitas telah dilaporkan dalam berbagai paper dalam empat dekade terakhir.

Strategi pemuliaan yang ‘proven’ dan berkelanjutan merupakan kunci sukses perakitan benih unggul kelapa sawit. Pemuliaan klasik, baik berbasis seleksi individu maupun progeni, telah memberikan kontribusi signifikan pada upaya perbaikan genetik karakter yang terkait dengan produktivitas dan kualitas. Integrasi teknologi terkini seperti teknologi genomik maupun rekayasa genetika diharapkan lebih dapat meningkatkan capaian kemajuan genetik per satuan waktu.

Hasil perakitan benih unggul baru akan memberikan makna apabila dapat dimanfaatkan secara luas oleh pengguna. Dalam konteks ini, sistem perbenihan yang mengedepankan mutu—baik di tingkat seed garden, seed preparation, seed processing, dan seed distribution--sangat menentukan akseptibilitas benih oleh pengguna. Di tengah catatan kritis terhadap sistem perbenihan berbagai komoditas pertanian Nasional akhir-akhir ini, eksistensi sistem perbenihan kelapa sawit Indonesia dapat dipandang sebagai salah satu sistem perbenihan yang cukup kokoh dan memiliki sustainability yang tinggi. Paper ini membahas sekilas kontribusi pemuliaan dan perbenihan kelapa sawit serta tantangannya.

PEMULIAAN KELAPA SAWIT KINI

Ketersediaan Material Genetik
Material genetik (Plasma nutfah) merupakan kunci utama dalam pengembangan program pemuliaan kelapa sawit. Saat ini, plasma nutfah kelapa sawit tersebar di areal komersial perkebunan kelapa sawit dan pusat-pusat riset kelapa sawit: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo, PT London Sumatra Indonesia, PT Dami Mas Sejahtera (SMART Tbk.), PT Tunggal Yunus Estate (Asian Agri Group), PT Bina Sawit Makmur (PT Sampoerna Agro Tbk), dan PT Tania Selatan Group, serta beberapa calon produsen benih kelapa sawit.

Plasma nutfah kelapa sawit umumnya terbagi atas dua sub heterotic group, dura dan pisifera. Plasma nutfah dura pada umumnya diturunkan dari 4 plasma nutfah dura yang berasal kebun raya Bogor tahun tanam 1848, hasil re-introduksi beberapa famili elit Deli dura seperti Dura Dumpy (E 206), dan introduksi terbatas populasi dura dari Afrika seperti dura-dura ex-Zaire dan Kamerun. Plasma nutfah pisifera di introduksi dari Afrika

Barat sejak 1914. Beberapa turunan plasma nutfah pisifera elit tercatat dimiliki oleh pusat-pusat riset kelapa sawit di Indonesia, seperti turunan pisifera SP 540, turunan pisifera BM 119, turunan pisifera Lame (L-series) ex-populasi BRT-10, pisifera Yangambi (YA-series), turunan pisifera Dami DM 742 dan DM 743, turunan pisifera Nigeria GHA 608 dan Ghana GHA 648, turunan pisifera Ekona CAM 236 dan CAM 243.

Selain E. guineensis, beberapa pusat riset juga memiliki plasma nutfah E. oleifera, antara lain beberapa generasi Elaeis oleifera dari Suriname dan Brazilia dan San Alberto (Colombia).

Strategi Utama Pemuliaan Kelapa Sawit
Seleksi Klasik. Pemuliaan klasik berbasis genetika kuantitatif merupakan pendekatan terpenting dalam menghasilkan bahan tanaman unggul. Beberapa strategi yang telah dikenal luas dalam pemuliaan kelapa sawit, antara lain Recurrent Reciprocal Selection (RRS) dan Family & Individual Palm Selection (FIPS).

Strategi ini pada prinsipnya memanfaatkan dua group utama, yaitu group dura dan group tenera/pisifera. Dari populasi dasar yang telah diseleksi dilakukan tahapan evaluasi lapang maupun laboratorium untuk menentukan individu tanaman terbaik yang dilihat dari keragaan progeninya. Seleksi untuk menentukan tetua–tetua yang dapat dijadikan pohon induk untuk produksi benih dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Selain penentuan pohon induk untuk benih komersial, pada tahapan seleksi ini juga dipilih tetua-tetua yang akan direkombinasikan untuk mencari materi persilangan dengan potensi yang lebih baik pada siklus pemuliaan berikutnya.

Kultur Jaringan. Kultur jaringan mempunyai dua kontribusi penting dalam pemuliaan sawit yaitu untuk pembiakan massal secara vegetatif dan untuk regenerasi jaringan yang telah ditransform oleh gen pengendali sifat tertentu dalam proses rekayasa genetika. Keberhasilan penerapan teknologi ini telah dilaporkan sejak pertengahan 1970-an. Saat ini sekitar 20-an laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia berpacu dalam perbaikan dan up scalling proses kultur jaringan, menghasilkan rata-rata 10,000 – 200,000 plantlet per tahun (Wahid et al., 2004).

Observasi di lapang menunjukkan bahwa tanaman klon asal kultur jaringan mampu
menghasilkan TBS 30-40% lebih tinggi dari produksi TBS tanaman asal benih (Soh et al.,2001; Latif et al., 2003). Peningkatan produksi terjadi karena tanaman secara genetik homogen dan pohon induk yang digunakan dipilih 5% terbaik dari populasi DxP. Di Indonesia, pengembangan klon melalui teknologi kultur jaringan ini sedang dilakukan oleh PPKS, PT Socfindo, maupun PT London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum). sebagian besar dalam skala penelitian. Strategi kultur jaringan juga dimanfaatkan oleh PT Binasawit Makmur (Sampoerna Agro) untuk mengkaji potensi benih semi-klonal yang merupakan hibridisasi antara dura ex-seedling x pisifera klon.

Hasil Pemuliaan
Manfaat positif dari pemanfaatan plasma nutfah secara optimal dan implementasi strategi seleksi yang tepat, baik RRS maupun FIPS, telah dirasakan industri perkebunan. Kinerja pemanfaatan sumberdaya genetik kelapa sawit Indonesia tercermin dari beberapa aspek seperti peningkatan produktivitas tanaman dan ketersediaan varietas yang cukup dan diminati pengguna. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, produktivitas minyak sawit meningkat dua kali lipat, dari 4.3 ton minyak/ha/tahun pada 1970 menjadi 7-11.0 ton/ha/tahun pada 2006 (Asmono, 2006; Pamin, 1998; Asian Agri OPSG, 2003; BSM, 2003; Socfindo, 2004). Peningkatan ini, selain berasal dari kontribusi genetik yang terkait dengan program seleksi, juga dipengaruhi oleh perubahan strategi pemanfaatan plasma nutfah yang pada awal 1970-an menghasilkan produk persilangan intra-origin (Dura x Dura; Dura x Tenera) (Pamin, 1998) menjadi hibrida inter-origin (Dura x Pisifera).

PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH

Sistem Produksi Benih
Untuk memenuhi kebutuhan benih, lembaga riset/produsen benih kelapa sawit menerapkan sistem produksi yang dilakukan secara terkendali dan mampu telusur, sejak proses disain benih (riset pemuliaan), pengelolaan seed garden, seed preparation, seed processing hingga ke delivery.

Pada sub sistem seed garden, pohon induk terpilih adalah pohon-pohon elit yang teruji kemampuannya untuk menghasilkan turunan DxP. Umumnya, lembaga riset/produsen benih hanya menggunakan tidak lebih dari 15 % untuk tetua betina dan tetua jantan.

Pelaksanaan polinasi terkendali di seed garden merupakan titik menentukan dalam pengelolaan pohon induk. Lembaga riset/produsen benih umumnya sangat menyadari bahwa kontaminasi dura yang tinggi, sebagai akibat polinasi yang kurang terkendali, sangat merugikan pelaku agribisnis kelapa sawit di kemudian hari. Untuk itu, lembaga riset/produsen benih menaruh perhatian yang sangat tinggi dalam pengelolaan pohon induk dan polinasi sehingga bahan tanaman unggul DxP yang diterima pelanggan memiliki kemurnian sangat tinggi.

Kepedulian mutu bahan tanaman juga terjaga saat penyiapan benih maupun pada saat pemrosesan kecambah. Identitas bahan tanaman sangat terjaga dan dapat ditelusur kebenarannya. Kepedulian akan mutu ini tercermin pada implementasi prinsip-prinsip manajemen mutu ISO 9001:2000 oleh seluruh lembaga riset/produsen benih kelapa sawit Indonesia.

Sistem Distribusi
Kepuasan pelanggan adalah prioritas lembaga riset/produsen benih yang pada umumnya ditempatkan secara eksplisit sebagai quality policy perusahaan. Pada sistem distribusi, produsen benih mengagendakan dan memegang beberapa prinsip distribusi antara lain: jaminan conformity product, tindakan komunikasi pro-aktif, dan pemberian jasa konsultansi. Jaminan conformity product diberikan melalui serangkaian aktivitas antara lain (1) melakukan product control. Control dilakukan secara internal maupun dengan menerapkan integrated quality assurance; (2) Pemberlakuan sistem dokumentasi yang dapat dipercaya. Distribusi produk benih diatur dalam sebuah kontrak, menggunakan specific delivery order, menggunakan sistem pengepakan yang terjaga, dan dilengkapi dengan packing list yang berisi data referensi keotentikan persilangan/varietas.

Tindakan pro-aktif produsen diwujudkan dalam bentuk pemberian jasa layanan pemasaran yang menekankan kepuasan pelanggan seperti penetapan delivery tepat waktu dan riset/pemantauan kepuasan pelanggan. Konsultansi diberikan dalam bentuk pendampingan teknis dan ilmiah dalam pengelolaan bahan tanaman di lapangan. Aspek pelayanan konsumen ini sangat vital bagi sistem perbenihan perkebunan modern karena benih tanaman perkebunan umumnya bersifat non-transparan. Dalam arti, kualitas keunggulan suatu benih tanaman perkebunan-termasuk kelapa sawit-tidak dapat dilihat secara langsung (fisik), melainkan memerlukan rentang waktu yang cukup lama untuk membuktikan keunggulannya (Dr. Dwi Asmono Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia)