;

Sabtu, 02 Agustus 2008

BAGAIMANA PELAKSANAAN SERTIFIKASI BENIH KELAPA SAWIT DI BENGKULU

Propinsi Bengkulu melalui unit kerja Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) merupakan propinsi yang pertama kali melakukan penegakkan hukum di bidang perbenihan dengan telah berhasil divonisnya pengedar benih kelapa sawit palsu. Pengedar memalsukan peti, label dan dokumen yang menyerupai salah satu milik sumber benih resmi PPKS. Berdasarkan pengalaman tersebut maka peningkatkan penggunaan benih bermutu melalui pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih yang akan diedarkan menjadi indikator utama bagi kualitas peredaran benih bermutu dimasyarakat.

Adapun yang menjadi pertanyaan sekarang ini bagaimana produk sertifikasi yang dilaksanakan mampu mencegah peredaran benih palsu dan sekaligus memberikan keunggulan nyata pertumbuhan dilapangan yang pada akhirnya berdampak terhadap peningkatan produktivitas tanaman. Mengingat kegiatan peredaran benih palsu sudah dapat dipidana maka kegiatan sertifikasi dapat menjadi justifikasi bagi peredaran benih kelapa sawit palsu bilamana pelaksanaan sertifikasi dilakukan tanpa dasar kehati-hatian, terlebih lagi secara fenotipe, perbedaan tanaman hibrida kelapa sawit sulit dibedakan dengan tanaman yang berasal dari benih palsu.

Sampai dengan tulisan ini dibuat Norma, Standard Dan Prosedur kegiatan bagaimana melakukan pemeriksaan terhadap benih kelapa sawit masih belum ada, oleh karena itu dilakukan beberapa upaya agar kegiatan sertifikasi yang dihasilkan memberikan dampak yang signifikan dibandingkan dengan tanaman yang tidak dilakukan sertifikasi. Dalam rangka memaknai kegiatan sertifikasi dimaksud maka proses pelaksanaan sertifikasi kelapa sawit di Bengkulu dilakukan melalui beberapa tahapan yang dikaji dari proses pemikiran sebagai berikut.

Pada hakekatnya sertifikasi adalah merupakan suatu sub system pengawasan didalam system industri perbenihan yang diharapkan mampu meningkatakan kualitas benih yang beredar dimasyarakat dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas komodite perkebunan secara nasional. Pelaksanaan sertifikasi secara filosofis dapat digambarkan sebagai pelaksanaan kegiatan penilaian antara kondisi genetik, fisik dan fisiologis benih tanaman dibandingkan dengan standar ideal yang telah ditetapkan atau disepakati dan dapat dibenarkan secara empiris berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan. Sebagaiman yang dijelaskan dalam UU 12 tahun 1992 pengertian sertifikasi adalah “proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan”.

Bagaimana Pemeriksaan Dilaksanakan
Berdasarkan pola pikir tersebut diatas terdapat dua proses yang harus distandarisasi didalam pelaksanaan kegiatan sertifikasi yaitu (1) standar didalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan secara prinsip meliputi 2W1H : apa yang harus diperiksa (What must be diagnose ?), kapan dilakukan pemeriksaan (When your diagnose ?), dan bagaimana melakukan pemeriksaan (How to diagnose ?) . (2) standar yang menggambarkan perkembangan kondisi fisik pertumbuhan ideal dari suatu tanaman.

Atas dasar pengalaman bahwa mobilitas benih kelapa sawit palsu sangat dinamis dan pola pemikiran tersebut diatas, maka BP2MB Bengkulu didalam melaksanakan kegiatan sertifikasi benih kelapa sawit dengan tahapan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pembukaan Peti Kecambah
2. Pemeriksaan ≤ umur 3 bulan
3. Pemeriksaan umur 6 – 9 bulan
4. Pemeriksaan bibit siap salur

Pembukaan peti kecambah bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik kecambah yang dating, pada tahapan ini relative sangat rawan oleh karena itu bilamana terdapat sedikit keraguan maka konfirmasi terhadap kebenaran dokumen mutlak dilakukan kesumber benih, adapun tempat pelaksanaan pembukaan adalah dilokasi dimana bibit akan ditanam sehingga dapat disaksikan pula lokasi dimana kecambah tersebut akan ditanam, kesiapan sarana dan prasarana penanaman, sehingga dapat menambah keyakinan kepada petugas pemeriksa (Pengawas Benih Tanaman).

Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan pada umur 3 bulan, pemeriksaan pada umur ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai kondisi pertanaman, menghitung berapa jumlah kecambah poliembrio dan berapa jumlah kecambah yang mati/tidak tumbuh pada saat setelah ditanam dilapang, dengan demikian petugas penagawas benih tanaman dapat menduga berapa potensi maksimal tanaman yang dapat dipindah ke pembibitan utama, sehingga mengurangi resiko terhadap pencampuran antara kecambah yang benar dengan kecambah palsu (ilegitim).

Pemeriksaan tahap selanjutnya dilakukan pada saat pertanaman berumur 6-9 bulan. Pada proses pemeriksaan tahap ketiga ini dilakukan dengan menghitung kembali kecambah yang dipindah ke pembibitan utama apakah sesuai dengan data awal yang ada pada pembibitan awal (pre nursery) bilamana terdapat kecurigaan maka dilakukan klarifikasi dan bilamana tidak dapat diselesaikan maka proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Terhadap tanaman yang telah dipindahkan ke pembibitan utama tersebut dilakukan pemetaan blok dan pada peta blok tersebut telah dihitung masing-masing jumlah populasi tanamannya sehingga akan mempermudah pemeriksaan berikutnya. Disamping itu pada tahapan ini telah dilakukan seleksi (culling) terhadap individu pertanaman guna meminimalisir jumlah tanaman yang terserang crown deasesis, ataupun tanaman yang menunjukkan kelainan genetic bila dibandingkan dengan tanaman lain dalam kelompok yang sama

Pemeriksaan tahap terakhir didalam sertifikasi adalah pada saat tanaman akan disalurkan, pada pemeriksaan ini petugas tinggal melakukan koreksi ulang terhadap setiap individu tanaman yang akan disalurkan bilama ada tinggal mencocokan kembali pada peta blok mana tanaman tersebut berada sehingga dapat menjadi angka pengurang pada tanaman siap salur yang dituangkan dalam sertifikat benih tanaman.

Standar Pertumbuhan
Pada saat proses tahapan pemeriksaan peranan Pengawas Benih Tanaman adalah selaku konsultan teknis dengan memberikan saran-saran perbaikan bilamana terdapat kelalaian penangkar didalam melaksanakan pemeliharaan tanamannya seperti keterlambatan didalam pemindahan, terjadinya defiseinsi, sebagai indicator tidak terpenuhinya standar pertumbuhan bibit kelapa sawit dilakukan dengan cara memeriksa pertumbuhan bibit dilapang dibandingkan dengan acuan teknis (acuan rerata pertumbuhan normal bibit kelapa sawit diterbitkan oleh direktorat perbenihan Ditjend Bina Produksi Perkebunan tahun 2004). Melalui rangkaian kegiatan yang terukur tersebut diharapkan jumlah benih siap salur kemasyarakat dapat memenuhi standar mutu (genetic, fisik dan fisiologis)

Mengingat peranan pengawas sebagaimana yang diamatkan dalam tata peraturan PP 44 tahun 1995 adalah tertanggung gugat dalam proses sertifikasi benih maka tahapan pemeriksaan yang dilakukan harus dapat digambarkan secara jelas pada setiap sertifikat yang diterbitkan dengan demikian maka akan dapat dirasakan perbedaan yang signifikan oleh masyarakat terhadap produk tanaman yang bersertifikat akan memiliki garansi didalam pertumbuhannya dan dapat memberikan hasil yang optimal, dengan demikian maka akan timbul suatu keyakinan terhadap produk perkebunan yang bersertifikat dimasyarakat.

Dalam rangka pengamanan terhadap proses pemeriksaan yang dilakukan oleh personil Pengawas Benih Tanaman maka telah diterbitkan surat edaran gubernur Bengkulu nomor 525.29/030/Disbun tanggal 8 Pebruari 2008 tentang penggunaan benih/bibit unggul bersertifikat perkebunan yang didalamnya memuat standar proses pemeriksaan benih, sedangkan untuk standar produk yang diperiksa sementara ini mengacu kepada standar pertumbuhan normal bibit kelapa sawit diterbitkan oleh direktorat perbenihan Ditjend Bina Produksi Perkebunan tahun 2004. Pelaksanaan sertifikasi benih yang terukur sangat didambakan oleh seluruh stake holder perkebunan sehingga terdapat kesamaan dan kepercayaan yang tinggi terhadap sertifikat yang diterbitkan. (Eddy Sugiarto, Pengawas Benih, berdomisili di Bengkulu)

Tidak ada komentar: