;

Minggu, 31 Januari 2010

MEMBELI KECAMBAH ATAU BIBIT SAWIT, YA ?

Kami sering mendapatkan pertanyaan dari rekan-rekan pengunjung perihal pembelian benih kelapa sawit.

“ Apakah kami sebaiknya membeli kecambah atau bibit?”

Tentunya jawaban berbeda-beda terkait banyak hal.

Nah, sebenarnya apakah untung ruginya membeli kecambah atau bibit? Tentu saya perlu menjelaskan perbedaan pembelian dalam bentuk kecambah dengan bibit.

Jika konsumen membeli dalam bentuk kecambah maka ia akan menerima bahan tanaman berbentuk biji yang sudah mengeluarkan tunas atau akar. Selanjutnya ia harus melakukan lagi pembibitan 9 s.d 12 bulan.

Jika membeli bibit, maka konsumen akan memperoleh tanaman dalam polibeg yang sudah siap ditanam di lapangan. Tentunya, tanpa perlu dibibitkan lagi.

Dari informasi di atas keuntungannya jelas. Jika membeli bibit maka konsumen bisa langsung memindahkan ke kebun, tidak perlu melakukan pembibitan selama 9 s.d 12 bulan yang dipastikan memakan biaya yang tidak kecil.

Namun pembelian bibit memiliki beberapa kekurangan dibandingkan membeli dalam bentuk kecambah. Tentu pertama adalah soal harga.

Bibit dari penangkar pewaralaba biasanya biasanya dijual seharga Rp. 25. 000 s.d Rp. 30.000.-/batang (harga ini sewaktu-waktu bisa berubah). Jadi misalnya saja calon konsumen membutuhkan 1000 batang, maka biaya yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp. 25.000,-.

Pembelian bibit idealnya pada penangkar yang dekat dengan lokasi pertanaman. Jika terlalu jauh maka ongkos pengiriman akan semakin mahal dan resiko kerusakan bibit juga semakin besar.

Bagaimana dengan kecambah? Sudah dipastikan harga kecambah jauh lebih murah dari bibit kelapa sawit.

Kecambah kelapa sawit hanya dapat diperoleh dari sumber benih yang ditetapkan pemerintah yang saat ini berjumlah 8 produsen (lihat daftarnya diblog ini). Harganya jauh lebih murah yakni berkisar Rp 6.500 s.d 12.000/kecambah (harga ini sewaktu-waktu bisa berubah).

Pembelian dalam bentuk kecambah dimungkinkan untuk penanaman di daerah yang jauh dari lokasi sumber benih. Misalnya saja benih PT. Bakti Tani Nusantara, tersebar hingga ke wilayah Kalimantan meskipun seed processing berada di Batam. Disamping itu tidak seluruh sumber benih membina kerjasama waralaba dengan penangkar.

Artinya konsumen hanya bisa mendapatkan bibit dengan jenis varietas yang dimiliki oleh PT Bakti Tani Nusantara dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang memang menjalin kerjasama waralaba dengan penangkar. Sedangkan bahan tanaman dari sumber benih lain seperti PT. Lonsum, PT. Socfindo dsb hanya dapat diperoleh dalam bentuk kecambah.

Hanya saja pembelian dalam bentuk kecambah, konsumen masih harus melakukan pembibitan hingga 9 sampai dengan 12 bulan. Dan dalam proses ini bisa jadi tidak seluruh kecambah yang tubuh menjadi bibit yang sehat. Jika tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat bisa jadi hanya 60 persen kecambah yang tumbuh menjadi tanaman siap dipindahkan ke perkebunan.

Jika demikian pertanyaan selanjutnya kapan konsumen memilih untuk membeli kecambah dan kapan membeli bibit?

Untuk konsumen yang memiliki dana yang cukup, dan tidak ingin mengambil resiko kehilangan tanaman pada waktu pembibitan. Dan pada saat yang sama terdapat penangkar yang dekat dengan kebun pertanaman, maka bibit adalah pilihan yang masuk akal.

Namun jika konsumen tidak memiliki dana yang mencukupi dan tidak terdapat penangkar di lokasi kebun. atau ingin mendapatkan varietas-varietas milik sumber benih di luar PT. BTN atau PPKS maka kecambah adalah pilihan yang tepat.

Senin, 25 Januari 2010

SYARAT PENETAPAN BENIH BINA

Varietas atau jenis tanaman yang dapat disebarluaskan secara komersil berdasarkan peraturan adalah yang telah ditetapkan sebagai benih bina. Penetapan benih bina dilakukan oleh Menteri Pertanian setelah sebelumnya dinyatakan layak edar pada sidang pelepasan varietas.

Perusahaan, petani atau penelitian yang memiliki tanaman tertentu yang berbeda dari varietas yang telah ada dapat mengusulkan sebagai benih bina. Adapun kriteria sebuah jenis tanaman dapat dilepas antara lain:

1. Silsilah tanaman yang jelas meliputi : asal-usul, nama-nama tetua, daerah asal, nama pemilik/penemu, perkiraan umur tanaman, varietas lokal yg sudah lama berkembang dimasyarakat/varietas lokal dan metode pemuliaan yang digunakan;

2. Tersedia deskripsi yg lengkap dan jelas;

3. Menunjukkan keunggulan;

4. Unik, seragam dan stabil;

5. Ketersediaan benih yang cukup, apabila disetujui dilepas;

6. Dilengkapi dengan hasil pengujian di lapangan/laboratorium

Minggu, 24 Januari 2010

BENIH PPKS BERSTEMPEL


Salah satu upaya Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan mencegah pemalsuan benih adalah dengan menerakan tulisan "PPKS" di setiap kecambah yang akan diserahkan kepada konsumen, seperti gambar di atas. Stempel tulisn tersebut sudah dicantumkan pada beberapa jenis varietas unggul milik sumber benih tersebut.

Senin, 18 Januari 2010

KERAGAAN KLON UNGGUL SULAWESI 1

Keragaan Klon Sulawesi 1 dengan perbanyakan sambung pucuk. Dalam kondisi optimal 1 pohon mencapai 100 buah setera 3 kg kakao kering. Pemanen bisa dilakukan setiap minggu.

Ingin mendapatkan informaasi tentang klon Sulawesi 1 dan bibit hubungi pengelola blog ini.

PROSES SERTIFIKASI BENIH

Bagan di atas adalah langkah-langkah sertifikasi untuk benih. Namun untuk bibit, uji laboratorium tidak dilaksanakan, yang dicek adalah kelengkapan dokumen, dan ketepatan serta keseragaman varietas.

BUKU KOMPOS BIOPESTISIDA


Anda ingin memproduksi kompos sendiri?

Buku ini layak Anda baca. Namun bukan “ Kompos biasa” melainkan kompos yang bisa berfungsi sebagai biopestisida yang disebut BioTRIBA

Pada dasarnya BioTRIBa adalah kompos yang dihasilkan dengan memanfaatkan mikoorganisme yang mampu meningkatkan daya fungsi dan hasil dari BioTRIBA. BioTRIBA tidak hanya mampu menyuburkan tanah dan tanaman, meningkatkan hasil tanaman, namun juga bisa memberantas patogen-patogen tanaman yang berbahaya.

Disamping penggunaan cenderung lebih hemat dan efesiensi dibandingkan dengan penggunaan kompos biasa ataupun pupuk kandang, pembuatannya pun relatif mudah dan murah.

Keunggulan BioTRIBA itulan yang mengantarkan penulis, pada tahun 2006 mendapatkan penghargaan secara langsung dari Presiden SBY sebagai “ Peneliti Berprestasi dalam Melaksanakan Penelitian yang Berkualitas Mendukung Ketahanan Pangan”.

Buku ini bisa diperoleh di toko-toko buku seperti Gramedia, Gunung Agung, dsb.

Sumber: www.biofob.blogspot.com

Minggu, 17 Januari 2010

PROSPEK KOPI EXCELSA


Saat ini kopi excelsa mendadak naik daun. Pasalnya permintaan dari Negara jiran untuk kopi jenis ini cukup tinggi. Dan memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan kopi robusta.

Hal ini disimpulkan dari hasil observasi tenaga Ahli Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Dr. Rasidin Azwar, di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Propinsi Jambi (9/1/2010).

Adapun Peninjauan ke lapangan ini adalah tindak lanjut laporan Kelapa Dinas Perkebunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat tentang prospek kopi Exelsa, pada Pertemuan Dirjen dengan Jajaran Dinas Perkebunan lingkup Propinsi Jambi di Hotel Abadi, Kota Jambi.

Harga beras kopi excelsa/kg pernah mencapai Rp 21.000 pada saat robusta masih sekitar Rp 11.000 di Kabupaten Tanjung Jabung. Namun dari hasil oberservasi Dr Rasidin, keunggulan kopi excelsa tidak hanya dari aspek harga. Dilihat dari buah, ukuran Excelsa lebih besar dan produktivitas lebih tinggi dibandingkan robusta.

Kopi unggul tersebut bisa berbuah sepanjang tahun dengan panen sekali sebulan Kopi exelsa beradaptasi dengan baik pada agroekosistem setempat dan tidak ada gangguan hama dan penyakit yang serius. Dari temuan di lapangan, kopi jenis ini umumnya ditanam di lahan gambut yang sudah matang.

Gambar. Perbedaan Fisik Tanaman Kopi Excelsa dengan Robusta

Bibit diperoleh dari anakan yang terdapat di bawah pohon dewasa. Petani biasanya menanam dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m.

Kopi Excelsa berbuah umur 3.5 tahun Kopi excelsa berbuah sepanjang tahun dengan 2 puncak produksi. Panen besar di musim kemarau (400 kg/ha) dan panen kecil di musim hujan (200 kg/ha)Nilai usaha tani cukup tinggi dan petaninya cukup sejahtera.

Dari hasil observasi di lapangan juga ditemui beberapa populasi pohon kopi yang hasilnya cukup baik sehingga layak digunakan sebagai sumber benih. Ke depan kumpulan tanaman tersebut akan dievaluasi lebih lanjut untuk menetapkan penetapan blok pengasil tinggi. Serta juga akan dilakukan eksplorasi untuk menemukan varietas unggul dari kopi jenis ecelsa.

Kopi excelsa adalah jenis kopi yang pengembangannya terbatas di Indonesia. Namun di Propinsi Jambi, kopi ini sudah dikenal sejak 50 tahun yang lalu. Kopi ini diperkirakan berasal dari wilayah sekitar Danau Chad di Afrika.

Tanamannya bisa mencapai 9 meter dan mirip dengan kopi liberika. Beberapa perusahaan kopi terkemuka di Indonesia telah menggunakan kopi ini sebagai bahan baku.

Sumber: Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi

Kamis, 07 Januari 2010

KERAGAAN DxP BAH LIAS 2

Bah Lias 2 adalah varietas milik PT. Lonsum dan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai benih bina.