;

Selasa, 23 Desember 2008

PERKEMBANGAN TERKINI PENATAAN VARIETAS TEBU DI INDONESIA


Program akselerasi peningkatan produksi dan produktivitas gula Nasional diarahkan untuk memperbaiki komposisi perbandingan tanaman pertama (plant cane) dan tanaman keprasan (ratoon) menjadi seimbang, yaitu ratoon tidak lebih dari 3-4 kali. Untuk itu diluncurkan program rehabilitasi tanaman ratoon panjang dengan istilah bongkar ratoon dengan dukungan penyediaan bibit tebu varietas unggul dalam jumlah yang cukup dan terjamin mutunya. Bantuan program melalui dana APBN disalurkan dalam pola Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan model guliran yang diharapkan akan membantu petani merehabilitasi tanaman tebunya, serta pada saatnya terjadi penumpukan modal usaha dalam membangun kelembagaan usaha tani tebu rakyat yang lebih kokoh.

Secara teknis, strategi yang ditempuh adalah pelaksanaan bongkar ratoon dengan menggunakan bibit bermutu dari varietas unggul yang direkomendasi. Fasilitasi pendanaan APBN diarahkan untuk mengatasi kesulitan petani tebu dalam pembongkaran tanaman ratoon, pembangunan kebun bibit dan bantuan pengairan sederhana.

Pada tahun 2008 telah dilaksanakan pembangunan kebun bibit berjenjang KBP, KBN, KBI dan KBD. Sementara itu dari hasil monitoring dan evaluasi kegiatan di lapangan pada tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut:

Jawa Timur
Lebih dari 95% tanaman tebu di Jawa Timur dikelola oleh rakyat dan program pembangunan kebun bibit telah mampu ditangani pada tingkat benih sebar (KBD) yang dilaksanakan oleh kelompok tani tebu rakyat. Pada tahun 2008 melalui koperasi Primer (Koperasi Usaha Bersama Rosan Kencana) telah diuji coba pengelolaan bibit sejak KBN dengan pengawalan dari P3GI Pasuruan. Komposisi varietas yang ditanam lebih dari 99% merupakan varietas bina dengan dinamika perubahan varietas yang sangat cepat, khususnya di wilayah Kediri dan Sidoarjo. Sementara itu di wilayah Jember, Lumajang, Malang dan Blitar masih didominasi BL, dan wilayah Jombang dan Mojokerto didominasi PS 864.

Varietas yang banyak berkembang di Jawa Timur adalah BL, PS 864, PS 862. Varietas baru PSJT 941, Kidang Kencana/KK, PS 881, PS 882 dan Kentung/KT mulai banyak diminati petani. Kendala utama bahwa ketersediaan bibit varietas baru masih dalam jenjang bibit di Pusat Penelitian yang setara benih penjenis (KBPU). Oleh karena itu apabila harus menunggu proses penjenjangan, maka ketersediaan bibit untuk petani (KBD) akan sangat terlambat. Dengan pola pemuliaan partisipatif dimana adaptasi dan demo varietas telah dilaksanakan di kebun petani, sehingga sumber bibit varietas baru justru telah tersedia di petani. Namun karena tidak dilakukan penjenjangan yang benar, maka antar petani tejadi penjualan bibit varietas baru eks kebun percobaan tanpa adanya penilaian kelayakannya. Oleh karena itu perlu regulasi terbatas agar sasaran peredaran bibit di tingkat petani tetap terawasi dengan mutu, kemurnian dan kesehatan yang baik.

Kelompok tani pembenih tebu profesional banyak berkembang di wilayah Kediri, Jombang, Mojokerto dan Sidoarjo yang mampu melayani kebutuhan bibit di wilayah Jawa Timur lainnya, tetapi juga melayani wilayah Jawa Tengah selatan dan timur, atau sampai ke wilayah Yogyakarta. Pada tahun 2008 bahkan juga melayani kebutuhan di wilayah Jawa Barat. Oleh karena itu pembinaan di tingkat petani pembenih perlu diperkuat dengan regulasi yang mampu memberikan ruang gerak pembenih lebih tepat sasasaran untuk menyediakan bibit bersertifikat. Perlu dipikirkan adanya perubahan konsep penjenjangan benih tebu menjadi klas benih untuk kesetaraan benih pokok dan benih sebar.

Besarnya kebutuhan pelayanan bibit atas varietas unggul yang baru dilepas (PSJT 941, KK, KT, PS 881 dan PS 882), dimana sebagian besar berada pada posisi tanaman tebu giling (PC) yang bibit awalnya dari demo varietas P3GI (yang menerapkan konsep pengujian pemuliaan partisipatif di kebun rakyat), maka regulasi pemeriksaan untuk sertifikasi tidak diperoleh jenjang kebun bibit sebelumnya. Untuk itu perlu dirumuskan aturan terbatas pada kebutuhan varietas tersebut agar sasaran pengawasan peredaran bibit bermutu tetap berjalan sebagaimana tugas pokok dan fungsi BP2MB/Direktorat Teknis Perbenihan Perkebunan.

Kasus yang menonjol adalah kebutuhan varietas masak awal (PS 862, KT, PS 881) dan masak tengah (PSJT 941, KK dan PS 882) yang begitu besar saat ini di wilayah kerja PTPN X dan PTPN XI untuk menggantikan BL dan PS 864, maka P3GI bersama pengawas peredaran BBP2TP mensikapi untuk melakukan monitoring dan evaluasi tanaman PC di kebun rakyat yang layak digunakan sebagai bibit. Kriteria tanaman tersebut layak digunakan sebagai bibit apabila pertumbuhan normal, murni dan sehat, bebas dari penyakit luka api. Sementara itu untuk keperluan bibit KBN, sumber bibitnya harus dilakukan perawatan air panas 50oC selama 2 jam untuk membebaskan penyakit kerdil ratoon.

Jawa Tengah
Jawa Tengah secara tipologi terbagi wilayah pantura barat (Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes) yang sebagian besar pengelolaan tanaman tebu pada tanaman pertama (PC) dilaksanakan oleh PG, kemudian dilanjutkan keprasannya oleh petani; sementara itu tanaman tebu di wilayah selatan dan timur (Sragen, Tasikmadu, Klaten, Rembang, Pati, Kudus) hampir seluruhnya dikelola sebagai tanaman tebu rakyat.

Pembangunan kebun bibit di Jawa Tengah umumnya masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan tebu sendiri (TS) PG, dan kebutuhan bibit bagi tebu rakyat masih tersedia secara terbatas. Di wilayah Sragen, Tasikmadu, Rembang, Pati dan Kudus dimana sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat sering hanya mengandalkan sumber bibit yang didatangkan dari Jawa Timur (Kediri, Jombang dan Mojokerto). Dana APBN untuk pembangunan kebun bibit di wilayah ini sering tidak terselenggara dengan baik dan digunakan untuk pembelian bibit yang tersedia di Jawa Timur. Oleh karena itu pengaturan penataan varietas melalui penjenjangan kebun bibit tidak berjalan secara baik. Sedangkan di wilayah pantura barat, pembangunan kebun bibit dapat berjalan baik untuk kebutuhan PC PG yang bersangkutan.

Penggunaan varietas bina umumnya mencapai lebih dari 90% okupasi lahan, dimana di wilayah pantura barat terdapat PS 851 (dominan), PS 861, PS 921, PS 951, PS 862 dan PSJT 941. Sedangkan di wilayah selatan dan timur terdapat BL, PS 864 dan PSJT 941 (dominan), PS 851, PS 951 dan PS 862 yang terbatas jumlahnya. Dari kondisi umum tampaknya wilayah pantura barat lebih banyak komposisi varietas masak awal sehingga pada awal hingga pertengahan giling memberikan konstribusi rendemen yang tinggi, tetapi ketika memasuki Agustus hingga akhir giling umumnya tebu sudah banyak kelewat masak dan sebagian mati yang berakibat rendemen turun dan bobot tebu turun. Sementara itu kondisi di wilayah selatan dan timur dominasi masak lambat sehingga rendemen awal giling kurang memuaskan.

Dari komposisi varietas yang ada, wilayah pantura barat perlu segera mengurangi dominasi PS 851 (umumnya >50%) hingga tinggal 30% dan menggantikannya dengan varietas masak lambat (PS 864 untuk tipologi tekstur berat, BL untuk tipologi tekstur ringan), sedangkan wilayah selatan untuk lahan yang mendapatkan pengairan cukup, perlu menanam varietas masak awal (PS 851 dan PS 862). Oleh karena itu secara prinsip komposisi varietas di wilayah Jawa Tengah sudah cukup baik, namun keseimbangan di tingkat wilayah yang kurang tertata varietasnya.

Untuk memperbaiki mutu sumber bibit di Jawa Tengah, kelompok tani dengan KPTR yang ada didorong untuk menyelenggarakan pembenihan sendiri, karena secara pasti kebutuhan bibit (yang setiap tahun harus mengadakan pembelian dari Jawa Timur) dapat dipenuhi oleh kelompoknya. Peran dinas, PG bersama P3GI dapat diperkuat untuk melakukan pembinaan terbentuknya kelompok tani pembenih tebu di Jawa Tengah, sekaligus penataan komposisi yang seimbang untuk memenuhi penataan varietas tebu dapat berjalan dengan baik.

Daerah Istimewa Yogyakarta

Secara umum tanaman tebu di Yogyakarta berada di wilayah Bantul, Sleman, Kulon Progo dan sedikit di Gunung Kidul. Terdapat 9 varietas yang berkebang di wilayah tersebut yang seluruhnya merupakan varietas bina, tetap yang menonjol adalah PS 851, PS 862, PS 864, PS 921, PS 951 dan BL. Pada tahun 2008 perkembangan PS 862 di wilayah cukup air sepert Bantul dan Sleman Barat demikian pesat, dan PSJT 941 serta PS 864 berkembang di lahan kering Kulon Progo dan Gunung Kidul.

Dilihat dari komposisi yang ada pada prinsipnya penataan varietas di Yogyakarta sudah cukup baik, namun jumlah bahan baku tebu untuk memasok PG Madukismo masih sangat kurang, sehingga harus mendatangkan tebu dari wilayah lain dari Jawa Tengah seperti Purworwjo, Temanggung, Magelang dan Sragen. Jumlah kebutuhan bahan baku tebu yang berasal dari luar wilayah inilah yang menjadi kendala utama, dimana penataannya tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu koordinasi yang lebih baik antar wilayah diperlukan agar sasaran peningkatan rendemen dari sumber bahan baku tebu dapat diatur berdasarkan konsep penataan varietas dan prestasi rendemen individu. Dengan demikian pasok untuk awal, tengah dan akhir giling dapat lebih dikendalikan.

Jawa Barat
Sebagian besar wilayah Jawa Barat yang melaksanakan penanaman tebu berada di Kabupaten Cirebon, Majalengka, Subang dan Kuningan. Di wilayah pantura dominasi lahan bertekstur berat, dan hanya sebagian kecil bertekstur ringan. Tipologi lahan umumnya tegalan, dan sebagian kecil berpengairan. Karena daerahnya cenderung datar, maka pada musim penghujan umumnya termasuk kategori tipologi yang rentan gangguan drainasi kebun. Oleh karena itu masalah utama tanaman tebu di Jawa Barat adalah kekurangan air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan.
Beberapa varietas yang berkembang di wilayah tersebut antara lain PS 851, Kidang Kencana, PSJT 941 dan BL. Melihat kondisi tipologi lahan tersebut, dan berdasarkan kajian adaptasi varietas oleh P3GI, tampaknya PS 864 dan PSJT 941 mempunyai sebaran kesesuaian yang paling luas. Namun PS 864 masih sangat terbatas tersedia, yaitu hasil penangkaran dari kebun petani yang bekas digunakan sebagai percobaan adaptasi dan demo varietas oleh P3GI (pemuliaan partisipatif. Oleh karena itu untuk mempercepat perbaikan komposisi varietas yang ada di Jawa Barat, perlu segera memperbanyak pengadaan PS 864 dan PSJT 941.

Jawa Barat merukan daerah endemik penyakit luka api (Smut). Oleh karena itu dalam adaptasi untuk penataan varietas di wilayah tersebut perhatian yang utama adalah ketahanan terhadap penyakit tersebut. PSJT 941 dan seri yang lain yang dilakukan seleksi awal di Jatitujuh merupakan calon varietas yang tahan terhadap penyakit luka api. Oleh karena itu dorongan untuk pemuliaan ketahanan penyakit luka api pada varietas tebu perlu diperkuat untuk mengatasi masalah di wilayah tersebut.

Sulawesi Selatan
Identifikasi terhadap beberapa varietas yang berkembang di PG Takalar, tampaknya beberapa varietas bina telah tertanam di kebun bibit, antara lain PS 851, PS 862, PS 864, PS 891, BL dan KK. Beberapa varietas non-bina yang banyak berkembang di PG Takalar, antara lain Q 81, TK 163, TK 386 dan Triton. Untuk pengembangan tebu rakyat dengan konsentrasi pada lahan perbukitan sebaiknya hanya disarankan menggunakan varietas PS 864 dan PSJT 941. Sementara itu untuk pengembangan tebu rakyat dengan konsentrasi pada lahan alluvial dengan sumber pengairan yang cukup, disarankan untuk dapat mengembangkan varietas masak awal (PS 862 dan KK) dengan masa tanam Mei-Juli dan ditebang awal giling. Sementara itu PG Camming masih dalam pembenahan, dimana rehabilitasi tanaman lama dengan varietas PS 83-1477, Q 81 dan Triton yang tidak murni. Sambil melaksanakan adaptasi varietas, sementara itu varietas CM 22 (ROC), CM 2021 dan SR 02 mulai dikembangkan di HGU.

Beberapa varietas bina yang jumlah bibitnya masih terbatas, antara lain PS 851, PS 862, PS 864, PSBM 901 dan Kidang Kencana (KK) segera diperbanyak dengan penjenjangan yang baik.

Sumatera Utara
Secara umum varietas yang berkembang di Sumatera Utara adalah F 156 (BZ 134). Beberapa varietas bina yang telah ditanam dalam jumlah terbatas antara lain BL, PS 891 dan PSBM 901. Sementara itu melihat tipologi wilayah dan curah hujan di Sumatera Utara, beberapa varietas bina yang direkomendasi segera dilakukan kajian adaptasi adalah PS 862, PS 881 dan KK, bersama-sama PS 891 dan PSBM 901 segera dipeluas penangkarannya. BL tampaknya sangat rentan terhadap penyakit hangus daun yang telah berkembang di Sumatera Utara, dan F 156 yang telah banyak terserang penyakit kerdil ratoon segera dibongkar diganti varietas baru. Sumber bibit F 156 yang masih sehat dalam jumlah terbatas masih dipertahankan untuk komposisi di pertanaman tebu rakyat.

Penyakit hangus daun dan luka api yang telah tampak di wilayah Sumatera Utara akan menjadi kendala besar dalam pengelolaan varietas tebu di wilayah tersebut. Oleh karena itu adaptasi varietas baru mulai memperhatikan sifat ketahanan terhadap ke dua penyakit tersebut. PSJT 941 yang tahan penyakit luka api dan PSBM 901, KK dan PS 881 yang tahan penyakit hangus daun dapat dipertimbangkan sebagai calon varietas yang segera diperluas apabila adaptasinya cukup baik.

Lampung
Tanaman tebu rakyat di Lampung berkembang luas di wilayah kerja PG Bungamayang, dan dimulai di wilayah kerja PT Gunung Madu Plantation (GMP). Alokasi dana pembangunan kebun bibit dan rehabilitasi tanaman di wilayah tersebut dikelola oleh KPTR Ratu Manis di Bungamayang. Penyelenggaraan kebun bibit dilaksanakan oleh PG, dengan mengingat sebagian besar tebu rakyat di lahan tadah hujan maka varietas yang disediakan adalah PS 864 dan KK. Tampaknya kedua varietas bina tersebut sangat cocok dan diminati petani untuk menggantikan varietas BL yang terserang penyakit hangus daun yang sangat parah di wilayah Lampung. Varietas KK dapat ditebang untuk awal sampai tengah giling, dan PS 864 ditebang pada tengah sampai akhir giling.

Pola kemitraan rintisan tanaman tebu rakyat dilakukan oleh PT GMP. Untuk memenuhi aturan peredaran benih, maka pada tahun 2008 R&D PT GMP telah mengusulkan varietas hasil pemuliaannya yang berkembang di HGU, yaitu RGM 97-8752 dan RGM 97-10120 untuk dilepas menjadi varietas bina menjadi GMP 1 dan GMP 2. Dengan demikian setidaknya terdapat 5 varietas bina yang dapat dikembangkan di Lampung. Sementara itu PSJT 941 yang tampaknya cocok berkembang di HGU PG Bungamayang juga mulai diadaptasikan dan diperbanyak bibitnya untuk tebu rakyat di Bungamayang.

Lampung merupakan daerah endemik penyakit hangus daun (Leaf Scorch). Pengembangan varietas di wilayah tersebut diharapkan memperhatiakan ketahanannya terhadap penyakit tersebut. PSBM 901, PS 881, GMP 1 dan GMP 2 merupakan varietas yang tehan penyakit hangus daun. Hal utama yang perlu diperhatikan agar sumber bibit tebu dari wilayah Lampung tidak diedarkan ke wilayah lain. Apabila terpaksa harus didatangkan dari Lampung, jumlahnya terbatas dan bebar dari daun klaras yang membawa spora penyakit hangus daun, yang mampu menyebar kepada varietas lain yang tidak teruji di wilayah yang lain.

Gorontalo
Beberapa varietas di PG Gorontalo masih didominasi PS 58 dan BZ 148. Sementara itu beberapa varietas lainnya seperti PS 80-1649, PS 862 dan varietas ex RNI masih sedikit. Untuk tahap pertama langkah yang dapat ditempuh adalah mengoptimalkan sumber bibit yang telah tersedia di PG, antara lain PS 58, PS 80-1649 dan PS 862.

Mengingat masih terbatasnya jumlah varietas tebu yang ada, maka segera dilakukan percepatan perbanyakan varietas dari koleksi Litbang PG yang menunjukkan kesesuaian dengan tipologi lahan tebu di Gorontalo. Beberapa varietas bina yang sudah tersedia di koleksi Litbang antara lain PS 851 PS 862, PS 864, BL dan KK. Disamping itu sedang dilakukan kajian adaptasi varietas harapan dengan kode Lakeya (LK) 01, LK 04, LK 06 dan LK 12. Rekomendasi terbatas diberikan untuk varietas harapan selama 2 tahun agar diikuti data adaptasinya untuk proses pengusulan pelepasan.

Kalimantan Barat
Kalimantan Barat, khususnya di Teluk Keramat, Kab. Sambas merupakan daerah rintisan tanaman tebu untuk gula merah.Terdapat dua varietas yang bertahan sampai saat ini yang digunakan sebagai varietas tebu yang cocok untuk pembuatan gula merah, yaitu CP 52-21 dan NCo 376. Melihat potensi rendemen gula merah yang dihasilkan dan kesesuaian pertumbuhan, tampaknya CP 51-21 lebih disukai dan dikembangkan lebih luas oleh masyarakat. Sejak tahun 2007, varietas unggul baru PS 862, PS 864 dan PSJT 941 telah didatangkan dari Pasuruan. Untuk mengetahui daya adaptasi varietas unggul baru segera dilakukan kajian adaptasi atas varietas-varietas tersebut. Untuk itu adaptasi varietas unggul baru di wilayah Sambas segera dilakukan agar terdapat alternatif pendamping CP 51-21 yang telah lama berkembang, dalam memperbaiki komposisi varietas komersial untuk gula merah rakyat di Kalimantan Barat.

Sumatera Barat
Budidaya tanaman tebu di Sumatera Barat masih sangat awam. Terbukti dari sekitar 3.000 ha tanaman tebu di Kabupaten Agam masih sangat sederhana dikelola dengan teknik budidaya masyarakat sebagaimana tanaman tahunan. POJ 2878 dan POJ 100 tampaknya cukup berkembang di wilayah terebut, dikelola untuk bahan baku industri gula merah. Evaluasi yang ada di wilayah tersebut belum ditemukan hama penggerek batang dan penggerek pucuk yang dapat mengganggu varietas tersebut. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar tidak mendatangkan bibit tebu dari wilayah lain tanpa dilakukan proses perawatan air panas, agar sumber hama penggerek tidak terbawa ke wilayah Agam.

Rintisan tanaman tebu Kabupaten Dhamasraya oleh swasta (PT Semesta Sejahtera), yang telah mendatangkan bibit dari P3GI, membawa dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara sudah mulai diadaptasikan. Beberapa varietas yang tampaknya cocok dikembangkan di wilayah tersebut antara lain PS 862, PS 864, PSJT 941 dan Kidang Kencana. Dari pengamatan kebun telah tampak beberapa penyakit daun (noda kuning, karat daun) dan hama penggerek batang dan penggerek pucuk di wilayah tersebut. Hal ini dimungkinkan karena metode untuk mendatangkan bibit tebu tidak melalui prosedur perawatan air panas, kecuali yang didatangkan dari P3GI (dalam bentuk budset). Perusahaan swasta telah menerapkan teknologi budidaya yang sesuai standar. Oleh karena itu untuk pembelajaran petani tebu di wilayah lain (Kab. Agam) dapat diajak studi banding ke Dhamasraya untuk memperbaiki teknik budidaya tebu di wilayah tersebut (Ir. Eka Sugiyarta, MS, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia).

Sumber: Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi

BIOFUEL MINYAK JELANTAH TERKENDALA BAHAN BAKU


Prospek bahan bakar nabati (BBN) menurut Nassar Sarkis Senior Manager PT Bumi Energi Ekuator sangat cerah. Hal ini dibuktikan oleh perusahaanya yang mengolah minyak jelantah (eks minyak goreng yang sudah tidak layak lagi digunakan karena sudah digunakan 3-4 kali) menjadi biodiesel. Permintaanya cukup tinggi tetapi tidak bisa dipenuhi karena kendala dibahan baku. Dari kapasitas produksi 1 ton/hari karena ketersediaan bahan baku hanya mampu dipenuhi 300-400 kg/hari.

Dari segi harga BBN minyak jelantah ini mampu bersaing dengan harga solar untuk industri yang tidak disubsidi. Harga jual BBN minyak jelantah mencapai Rp7900/liter sedang solar industri Rp8500/liter. Penggunaan bisa 100% seperti pada bis Pakuan Ekspres di Bogor bisa juga 25% ; 75% atau 50% : 50%. Pemkot Bogor sering diundang meghadiri event-event lingkungan karena penggunaan BBN minyak jelantah ini pada bis Trans Pakuan.

Kesulitan yang dihadapi untuk mendapatkan WCO (Waste Coconut Oil) ini adalah karena persaingan dengan pihak lain juga yang ikut mengumpulkan entah untuk tujuan apa. Dari segi kesehatan untuk orang yang mengerti minyak jelantah ini lebih baik digunakan kembali untuk biodiesel karena tidak dikonsumsi lagi. Sedang bila ada orang menampung untuk digunakan kembali sebagai minyak makan sangat berbahaya bagi kesehatan. Masalahnya harga yang ditawarkan pihak lain ini sering lebih tinggi ketimbang untuk penggunaan biodiesel.

BEE selama ini bekerjasama dengan beberapa restoran untuk menampung minyak jelantah yang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu dengan keluaran Cikaret bekerjasamajuga dimana masyarakat mengumpulkan minyak jelantahnya di kelurahan kemudian disetorkan ke BEE. BEE masih membuka kerjasama dengan semua pihak untuk menerima minyak jelantah.

Proses produksi yang digunakan BEE ini relatif sederhana dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja dan biaya investasi yang tinggi. Selain untuk mengolah minyak jelantah alat yang dibuat BEE ini bisa mengolah minyak nabati lain seperti CPO, minyak dari jarak, minyak biji karet dll.

Ditawarkan mesin processing bio-diesel dari minyak jelantah dengan kapasitas hingga 30 ton/hari, seharga 70 juta, untuk informasi lebih lanjut hubungi pengelola blog ini di 085925077652

Rabu, 17 Desember 2008

VARIETAS UNGGUN SERAI WANGI

Di bawah ini adalah deskripsi beberapa varietas unggul Serai Wangi milik Balittro

Kamis, 11 Desember 2008

OPTIMISME DI TENGAH GELOMBANG KETIDAKPASTIAN


Kondisi perekonomian Indonesia pasca kuartal kedua diwarnai oleh inflasi setahun terakhir (year-on-year / y.o.y) sebesar 12,14% untuk bulan September, dan 10,47% sepanjang tahun (Januari-September) 2008. Sementara itu nilai suku bunga acuan Bank Indonesia (SBI) ditingkatkan menjadi 9,50%, SBI terus ditingkatkan secara bertahap oleh BI sepanjang tahun ini. Setidaknya paling tidak telah terjadi lima kali peningkatan SBI dalam tahun ini. Di sisi lain, permasalahan ketatnya likuiditas perbankan nasional juga memberikan sentuhan tersendiri bagi perekonomian saat ini, ekpansi kredit perbankan yang meningkat pesat namun kurang diimbangi dengan penghimpunan dana masyarakat yang memadai.

Dari dunia internasional, sektor keuangan internasional yang mengalami krisis hebat memberikan memberikan efek pada semakin tingginya volatilitas (gejolak) sektor keuangan, perlambatan ekonomi dunia dan permasalahan inflasi global yang merata di hampir seluruh negara. Di tengah gonjang-ganjing pasar keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, perekonomian Indonesia ternyata masih mengalami pertumbuhan yang tinggi. Tercatat pada kuartal kedua 2008 produk domestik bruto (PDB) Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 6,3% y.o.y.

Sementara itu untuk kuartal ketiga di prediksi akan tumbuh sebesar 6,4% y.o.y. Namun di sisi lain, harga penurunan harga minyak mentah dunia yang cukup drastis dalam beberapa minggu terakhir memberikan sedikit kelonggaran terhadap tekanan yang dihadapi oleh perekonomian dunia. Pada saat tertingginya, harga minyak mentah dunia sempat menyentuh US $ 147 / barel, namun saat ini bergerak di sekitar US $ 70 / barel. Penurunan harga minyak mentah dunia juga diikuti oleh penurunan beberapa komoditas, terumata komoditas yang berkaitan erat dengan minyak mentah, seperti crude palm oil.

Nilai tukar mata uang rupiah masih dapat dikatakan relatif tahan terhadap tekanan krisis, walaupun pada beberpa minggu terakhir sempat mengalami tekanan hebat. Krisis dunia pada sektor perbankan dan pasar modal yang telah menelan korban bank-bank besar dunia yang ada di Amerika dan Eropa telah merembet ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dan menyebabkan kepanikan global bagi iklim investasi dan keuangan. Beberapa langkah penanganan krisis telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, termasuk penyiapan berbagai perangkat untuk mengatasinya. Termasuk oleh Bank Indonesia yang selalu memonitor pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah, sehingga tidak terdevaluasi terlalu tajam yang dapat memberikan efek negatif bagi sektor usaha di Indonesia.

Bila menengok perkembangan pasar modal Indonesia, awal Oktober 2008, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menghentikan aktivitas perdagangannya selama beberapa hari menyusul kejatuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar lebih dari 10% hanya dalam waktu beberapa jam setelah perdagangan di buka. Saat tulisan ini dibuat IHSG berada di sekitar level 1400-an, paling tidak telah terjadi penurunan nilai lebih dari 50% sejak nilai tertingginya (di atas 2800) pada minggu kedua Januari 2008. Demikian pula nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia yang dalam per hari secara rata-rata sempat mencapai 4-5 trilyun rupiah, namun saat ini hanya di sekitar 2-3 trilyun rupiah.

Kinerja Saham Sektor Perkebunan
Gejolak pasar keuangan dunia dan dalam negeri juga memberikan efek bagi sektor perkebunan. Beberapa emiten perkebunan besar yang tercatat dalam bursa seperti PT. Astra Argo Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Tbk (LSIP), dan PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP) juga terkena imbasnya. Bila dibandingkan dengan awal tahun 2008, hingga harga terakhir pada tanggal 6 Oktober 2008, masing-masing saham tersebut telah mengalami penyusutan harga sebesar 68,33% (AALI), 78,93% (LSIP), dan 81.78% (UNSP).

Bila diperhatikan angka-angka tersebut, ternyata penurunan saham-saham perkebunan jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan IHSG. Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan pada tahun 2006 dan 2007, ketiga saham tersebut mengalami peningkatan harga yang tinggi, dengan sepanjang dua tahun tren harganya selalu meningkat. Namun semenjak Februari 2008 harga saham mereka mengalami tren menurun dari waktu ke waktu.

Penurunan harga-harga saham sektor perkebunan semakin diperparah oleh penurunan harga minyak dunia dan harga-harga komoditas perkebunan, seperti harga CPO. Harga minyak dunia mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan paling tidak semenjak bulan Juli 2008. Sementara itu harga CPO sudah mulai menurun semenjak bulan Maret 2008. Berdasarkan data average spot month settlement price of CPO Futures di Bursa Malaysia, semenjak bulan Maret 2008 hingga Oktober 2008 telah terjadi penurunan harga lebih dari 50% .

Secara fundamental, berdasarkan data laporan keuangan kuartal kedua, ketiga perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik. Masing-masing perusahaan mampu menghasilkan net profit margin (NPM) di atas 20%, sementara ROE itu ROE ketiganya masih lumayan. Bahkan AALI dan LSIP mampu memberikan ROE di atas 25% untuk kuartal kedua tahun 2008. Namun, jika diperhatikan harga saham mereka, hanya AALI yang masih memiliki harga masih cukup jauh dibandingkan dengan nilai buku perusahaan. Sementara harga saham LSIP sudah mendekati nilai bukunya, sedangkan UNSP bahkan telah berada di bawah nilai bukunya.

Prospek Sektor Perkebunan
Sejalan dengan pertumbuhan PDB. subsektor perkebunan mempunyai peran srategis terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menujukkan peran strategisnya. Pada saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan dimana ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan laju pertumbuhan –13% pada tahun 1998. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan kembali menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan antara 4%-6% per tahun. Jika menengok kembali pada masa krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia, sektor perkebunan memberikan kontribusi strategis bagi pertumbuhan perekonomian. Di tengah-tengah kontraksi perekonomian hingga -13% pada tahun 1998, sektor perkebunan malah bertumbuh sebesar 4%-6% per tahun. Demikian pula pada awal tahun ketika perekonomian Indonesia mulai membaik, laju pertumbuhan sektor perkebunan terus bertumbuh berada di atas pertumbuhan perekonomian negara.

Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terjadi pada kuartal I dan II tahun ini di tengah-tengah pelemahan perekonomian dunia salah satunya didorong oleh peningkatan harga ekspor berbagai komoditas perkebunan, seperti CPO dan turunannya, karet dan produk karet, kopi, the, dan kakao. Ekspor Indonesia secara total pada periode Januari-Juni 2008 mencapai nilai US $ 70,45 milyar, dengan demikian hingga kuartal II tahun 2008 Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 5,4 milyar.

Surplus perdagangan ini banyak disebabkan oleh kinerja ekspor produk komoditas, terutama CPO yang mengalami peningkatan harga yang tinggi. Nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US $ 9,16 milyar, nilai ini sama dengan 16,9% nilai total ekspor non-migas Indonesia. Kondisi ini sepertinya akan berubah pada kuartal berikutnya karena telah terjadi penurunan harga yang tajam produk-produk komoditas, demikian pula produk komoditas perkebunan. Namun, dengan memperhatikan perkembangan historis sektor pertanian di Indonesia, hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan, mengingat produk komoditas pertanian merupakan bagian dari produk yang berkontribusi langsung bagi ketahanan pangan dunia.

Berbagai peluang ekspor produk komoditas sektor pertanian masih terbuka sangat lebar. Dengan semakin majunya perekonomian China dan India, paling tidak kedua negara ini memiliki tingkat kebutuhan atas produk komoditas perkebunan yang tinggi. Demikian pula adanya kecenderungan kebutuhan energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil, memberikan potensi produk komoditas perkebunan Indonesia akan banyak diminati. Hal ini seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa komoditas perkebunan, seperti CPO yang dapat digunakan sebagai bioenergi. Demikian pula pasar Afrika juga memberikan potensi yang luar biasa besar dan belum banyak tergali bagi ekspor produk komoditas perkebunan Indonesia.

Prospek produk komoditas Indonesia akan terus semakin meningkat jika kita mampu untuk meningkatkan nilai tambah produk. Dengan demikian produk yang dihasilkan tidak hanya diekspor mentah-mentah namun sudah diolah menjadi produk jadi yang bernilai tambah tinggi. Bila satu komoditas dapat dijadikan ratusan bahkan ribuan produk turunan yang memiliki nilai tambah tinggi, maka penghasilan yang diperoleh akan semakin tinggi. Selain itu pengaruh volatilitas harga komoditas mentah terhadap pendapatan perusahaan menjadi semakin dapat direduksi. Produk yang memiliki nilai tambah tinggi cenderung tahan terhadap perubahan harga dalam jangka pendek.

Faktor lainnya yang dapat mendukung prospek sektor perkebunan Indonesia tersedianya alternatif pembiayaan non-bank bagi sektor perkebunan, seperti tersedianya bursa berjangka bagi produk komoditas perkebunan. Kabar gembiranya, Bursa Berjangka Jakarta sudah memberikan angin segar untuk menyelenggarakan perdagangan fisik sejumlah komoditas andalan sektor pertanian dan pertambangan Indonesia, di antaranya adalah kopi, karet, kakao, beras dan CPO. Diharapkan ke depannya hal tersebut dapat menjadi pasar berjangka yang maju yang dapat mendorong perkembangan sektor perkebunan Indonesia. Dengan demikian modal dari masyarakat dapat mengalir lebih efisien dan tepat guna bagi perkembangan sektor perkebunan Indonesia, dan sebaliknya pertumbuhan sektor perkebunan Indonesia akan memberikan dampak signifikan bagi perkembangan perekonomian masyarakat.

Maju terus perkebunan Indonesia!

Tulisan ini ditulis oleh Prof Prof. Roy Sembel, Chief Research Officer CAPITAL PRICE, bersama Guntur Tri Harijanto, MSi Peneliti di CAPITAL PRICE (Research Center for Capital Market, Portfolio Investment, Corporate Finance, and Economics)

(Sumber: Media Perkebunan)

Kamis, 04 Desember 2008

PRODUKTIVITAS RATA-RATA BEBERAPA KOMODITAS PERKEBUNAN

Tabel di bawah menunjukkan produktivitas rata-rata dari beberapa komoditas perkebunan. Data ini bisa digunakan untuk evaluasi mengevaluasi. Jika produktivitas pertanaman Anda untuk salah satu komoditas di bawah masih rendah, bisa jadi benih yang Anda gunakan tidak unggul, atau teknik budidaya yang Anda lakukan kurang tepat.


Sumber : Hasil penelitian Puslit lingkup perkebunan