(1) Pada “wilayah sentra produksi gula”, yaitu di Jawa dan Lampung, penggunaan varietas/benih bina berkisar antara 30-90% dari total areal tanaman tebu (propinsi Jawa Barat 60%, poropinsi lainnya di Jawa 90%, dan Lampung 30%). Ketersediaan benih sebar berdasarkan jumlah dan komposisi varietas unggul masih kurang sekitar 30-60% dari yang dibutuhkan. Oleh karena itu masih diperlukan langkah pemecahan masalah tersebut yang sifat dan jangka waktunya terbatas (maksimal selama 2 tahun) dengan cara “over booking”, yaitu penggunaan tanaman tebu giling (PC) secara terbatas dan selektif sekali (berdasarkan observasi dan penilaian oleh BP2MB dan P3GI) sebagai sumber benih sebar. Dalam jangka waktu selama 2 tahun tersebut, secara bersamaan, PG yang bersangkutan harus melakukan penataan varietas dan mendaftarkan varietas-varietas non-bina yang ada/dihasilkan oleh masing-masing PG tersebut kepada Pusat Perlindungan Varietas-Dep. Pertanian, dan melakukan observasi varietas untuk persiapan pelepasan varietas-varietas non bina tersebut sesuai ketentuan dengan berkoordinasi dengan BP2MB dan P3GI. Khusus untuk “wilayah sentra produksi gula” ini tidak diperlukan rekomendasi terbatas penggunaan varietas non bina oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
(2) Pada “wilayah pengembangan gula”, yaitu di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Gorontalo, penggunaan varietas/benih bina berkisar antara 0-10% dari total areal tanaman tebu (propinsi Sumsel 10%, Sulsel 2%, Gorontalo 2% dan Sumut 0%). Ketersediaan varietas unggul berkisar dari belum tersedia (Sumut) sampai dengan ketersediaan yang sangat terbatas (propinsi Sumsel, Sulsel dan Gorontalo).Untuk itu perlu didatangkan varietas-varietas unggul/benih bina untuk diperbanyak dilokasi-lokasi wilayah pengembangan ini. Secara berbarengan, PG diwilayah ini perlu memberikan prioritas untuk pengujian adaptasi terhadap varietas-varietas yang ada dan varietas-varietas yang didatangkan dari luar daerah. Terkait dengan kondisi ini, maka masih diperlukan langkah pemecahan secara terbatas dan selektif sekali (berdasarkan observasi dan penilaian oleh BP2MB dan P3GI) untuk penggunaan benih non bina/lokal sampai tahun 2010. Dalam jangka waktu sampai dengan 2010, PG yang bersangkutan harus melakukan penataan varietas dan mendaftarkan varietas-varietas non-bina yang ada/dihasilkan oleh masing-masing PG tersebut kepada Pusat Perlindungan Varietas-Dep. Pertanian. Khusus untuk “wilayah pengembangan gula” ini masih diperlukan rekomendasi terbatas penggunaan varietas non bina oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sampai dengan tahun 2010.
(3) Pada “wilayah rintisan”, yaitu di NAD, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua, penggunaan varietas/benih bina belum ada dan sepenuhnya tergantung pada varietas lokal. Untuk itu perlu didatangkan varietas-varietas unggul/benih bina untuk diperbanyak dilokasi-lokasi wilayah rintisan ini, dan secara berbarengan, dilakukan pengujian adaptasi terhadap varietas-varietas unggul dan evaluasi kelayakan varietas lokal yang diperkirakan memiliki prospek untuk dilepas. Terkait dengan kondisi ini, maka masih diperlukan langkah pemecahan secara terbatas dan selektif sekali (berdasarkan observasi dan penilaian oleh BP2MB dan P3GI) untuk penggunaan benih non bina/lokal sampai tahun 2010. Dalam jangka waktu sampai dengan 2010, PG yang bersangkutan harus melakukan penataan varietas dan mendaftarkan varietas-varietas non-bina yang ada/dihasilkan oleh masing-masing PG kepada Pusat Perlindungan Varietas-Dep. Pertanian. Khusus untuk “wilayah rintisan” ini masih diperlukan rekomendasi terbatas penggunaan varietas non bina oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sampai dengan tahun 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar