;

Senin, 13 Oktober 2008

ADOPSI KLON KARET UNGGUL: MUNDUR SATU TAHUN ATAU MERUGI SELAMA 30 TAHUN


Walaupun karet bukan tanaman asli Indonesia akan tetapi saat ini arealnya telah mencapai lebih dari 3 juta ha dimana 85 persennya merupakan karet rakyat. Dari segi luasan, Indonesia merupakan terluas diantara negara-negara penghasil karet alam lainnya, akan tetapi dari segi produksinya menduduki posisi ke dua setelah Thailand. Hal ini disebabkan produktivitas karet rakyat di Indonesia hanya mencapai 600 kg karet kering/ha/tahun. Nilai ini dibawah rata-rata dari produksi yang dicapai oleh perkebunan besar. Faktor utama penyebabnya adalah bahan tanam yang digunakan oleh karet rakyat berbeda dengan perkebunan besar, ditambah lagi dengan kurang intensifnya pemeliharaan yang diterapkan pada perkebunan rakyat.

Apabila dilihat dari sejarah masuk dan berkembangnya tanaman karet di Indonesia, maka pada awalnya bahan tanam yang digunakan berasal dari biji asalan tanpa dilakukan seleksi. Dari bahan tanam ini ternyata hasil diperoleh menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang sangat beragam. Kemudian pada tahun 1910 mulai dilakukan seleksi dan biji yang berasal dari tanaman-tanaman yang mempunyai pertumbuhan dan produksi baik saja yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pertanaman baru.

Ditemukannya teknik okulasi pada tahun 1917 membawa perubahan yang sangat berarti dalam perkembangan bahan tanam karet. Dengan teknik okulasi ini sifat pertumbuhan dan produksi yang baik relatif mampu dipertahankan pada hasil perbanyakan. Sejak saat itu bahan tanam karet yang direkomendasikan sudah berupa klonal yaitu dengan bahan tanam hasil perbanyakan secara vegetatif melalui okulasi.

Luas areal tanaman karet hevea di Indonesia pad atahun 1910 hanya 737 ha, kemudian pada tahun 1916 menjadi 6.827 ha. Dua tahun kemudian atau tahun 1918 sudah mencapai 312.408 ha. Dua puluh tahun kemudian menjadi 2 kali lipat. Tahun 1977 areal karet di Indonesia sudah lebih dari 2 juta ha dan tahun 2000-an sudah mencapai lebih dari 3 juta ha. Perkembangan areal karet di Indonesia memang sangatlah cepat. Pada kondisi yang ideal, keinginan mengembangkan karet seharusnya diimbangi dengan ketersediaan bahan tanam. Akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian, karena untuk menyiapkan bahan tanam unggul dengan sistem okulasi memerlukan waktu paling tidak satu tahun sebelum tanam.

Pada saat kita dihadapkan pada suatu pilihan, dimana keinginan untuk menanam karet secara besar-besaran sangat tinggi dalam waktu yang relatif pendek, sedangkan untuk menyiapkan bahan tanam bermutu memerlukan waktu maka, biasanya mutu yang akan dikorbankan. Hal ini yang terjadi pada awal perkembangan tanaman karet di Indonesia; perkembangan luas areal sangat cepat tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan tanam bermutu. Kondisi demikian ini berlangsung cukup lama, lebih-lebih ditinjau dari ketersediaan lahan pada saat itu yang masih cukup luas.

Dalam waktu yang cukup lama kita terlena dan bangga dengan luas areal karet yang ada, tetapi tanpa kita sadari produksi karet alam kita secara perlahan-lahan digeser oleh Thailand yang merupakan salah satu negara baru penghasil karet alam dunia. Selanjutnya kita sadar ternyata untuk mengubah pandangan masyarakat dalam penggunaan banah tanam sangat sulit dilakukan. Adopsi bahan tanam unggul karet pada perkebunan karet rakyat baru sebatas pada proyek-proyek peremajaan karet rakyat, yaitu melalui pola PIR dan UPP, sedangkan penggunannya oleh karet rakyat secara swadaya sangat kecil. Sampai dengan tahun 2004 adopsi bahan tanam unggul karet rakyat di Indonesia baru mencapai 40 %.

Dengan berbagai prediksi potensi ketersediaan, dan konsumsi karet alam dunia, masa depan karet alam tampaknya masih cukup cerah. Lebih-lebih jika dilihat dari pesatnya perkembangan industri otomotif di negara China yang memerlukan pasokan karet alam cukup besar. Dengan kondisi demikian maka sasaran yang telah dicanangkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan dengan peningkatan produksi, produktivitas melalui adopsi klon unggul sangat tepat.

Sasaran pembangun tersebut akan tercapai apabila dilakukan langkah-langkah percepatan peremajaan karet tua dan karet rusak seluas 400 ribu ha ditambah dengan laju pertambahan areal TT/TR dari TM yang mencapai 3 % per tahun. Dalam melakukan percepatan peremajaan tersebut tentu saja harus menggunakan bahan tanam unggul yang mempunyai pertumbuhan dan produktivitas yang tinggi. Dengan demikian maka ketesediaan bahan tanam unggul tepat jumlah, tepat waktu. tepat jenis, tepat varietas , tepat mutu dan tepat harga sangat dibutuhkan. Yang perlu dipahami bersama oleh semua pihak yang terkait bahwa penggunaan bahan tanam karet unggul merupakan langkah awal dalam usaha meningkatkan produktivitas karet rakyat Indonesia yang lebih lanjut akan menentukan wajah perkaretan kita. Selain itu juga perlu dipahami bersama bahwa peningkatan adopsi bahan tanamn unggul terutama pada perkebunan rakyat menjadi tanggung jawab semua komponen yang terkait mulai dari penangkar bibit, petugas (pemerintah) dan petani sebagai pengguna bahan tanam itu sendiri.

Telah diketahui bersama bahwa untuk memenuhi kebutuhan akan bibit unggun yang memenuhi enam tepat seperti yang disebutkan di atas diperlukan waktu minimal satu tahun sebelum tanam. Dengan demikian maka perencanaan yang cermat dan tepat harus disiapkan sejak dini, jangan sampai pengalaman lama akan terulang kembali, dimana minat menanam karet klon unggul tinggi tetapi tidak dibarengi dengan ketersediaan bahan tanam yang baik dan benar. Pencapaian target areal memang sangat diperlukan dalam suatu pelaksanaan pembangunan, akan tetapi ini bukan satu-satunya tujuan yang akan dicapai kalau tidak diikuti dengan perencanaan yang matang dan cermat dalam penyediaan bahan tanam unggul dengan mutu yang baik dan jumlah yang cukup.

Program peremajaan yang akan dilakukan pemerintah dengan revitalisasi perkebunannya mempunyai tujuan yang mulia, yaitu untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahateraan rakyat yang pada akhirnya akan merubah wajah perkaretan Indonesia. Untuk keberhasilan program tersebut tentu saja harus diawali dengan program penyediaan bahan tanam unggul yang memenuhi enam tepat. Apabila dalam kondisi yang terpaksa dimana ketersediaan bahan tanam unggul bermutu belum dapat terpenuhi dalam jumlah yang diinginkan pada saat akan melakukan penanaman , maka akan lebih baik dan bijak apabila rencana penanamannya ditunda satu tahun daripada merugi 30 tahun ke depan; dengan konsekuensi selama menunda waktu satu tahun dilakukan persiapan bahan tanam yang baik. Oleh karena itu kiranya bahwa ada pepatah yang mengatakan bahwa “lebih baik mundur satu langkah tapi untuk bersiap maju seribu langkah” demi meraih suatu kemenangan (Mudji Lasminingsih, Pusat Penelitian Sembawa).
(Sumber: Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi)

(Informasi mengenai perbenihan karet tersedia dalam bentuk CD e-book benih)

Tidak ada komentar: