;

Selasa, 24 Maret 2009

KABUPATEN PASAMAN WILAYAH POTENSIAL KAKAO

Gambar. Bibit Kakao SE

Kakao adalah komoditas perkebunan yang sedang naik daun. Jika komoditas perkebunan lain seperti sawit dan karet anjlok pasca terjadinya krisis global. Maka harga kakao relatif stabil.

Namun ketika membicarakan kakao maka akan selalu diidentikkan dengan wilayah Sulawesi, sentra pengembangan kakao di Indonesia. Meskipun di Pulau Sumatera juga terdapat sejumlah daerah potensial penghasil kakao. Salah satunya Kabupaten Pasaman di Propinsi Sumatera Barat.

Di Kabupaten Pasaman terdapat kakao seluas 13.201 ha dengan rata-rata produksi 12.400 ton/tahun. Dimana Kabupaten yang berbatasan dengan wilayah Sumatera Utara tersebut merupakan penghasil kakao terbesar di Sumatera Barat.

Bahkan baru-baru ini (16/3) Pemerintah Daerah Pasaman telah melakukan penanaman perdana bibit kakao Somatic Embryogenesis(SE), yang memiliki produktivitas tinggi, seluas 50 ha. Dimana bibit unggul itu berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember.

Pada kesempatan tersebut Bupati Kabupaten Pasaman, H. Yusuf Lubis dalam pidatonya, optimis jika penggunaan bibit SE dapat meningkatkan produksi 3 kali lebih tinggi dari produksi rata-rata petani. Dengan estimasi keuntungan ekonomi hingga 10 kali lipat dari keuntunganyang bisa dicapai petani menggunakan klon lokal.

Gambar. Bupati Kabupaten Pasaman

Disamping memiliki luas areal yang besar, kualitas kakao asal Pasaman tidak kalah dengan daerah penghasil kakao lainnya di Indonesia.

Menurut Nursal, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman, kakao asal Pasaman cukup diminati eksportir. Dimana kakao sebagian besar di ekspor ke Amerika Serikat dalam bentuk non-fermentasi.

“Namun ke depannya kakao yang akan diekspor harus sudah dalam bentuk fermentasi sehingga bisa juga masuk ke pasar Eropa”, demikian ditambahkan Nursal.

Sehingga dapat disimpulkan jika Kabupaten Pasaman merupakan daerah potensial bagi pengembangan kakao. Iklan dan tanahnya memenuhi syarat bagi penanaman kakao. Di sisi lain jaringan pemasaran sudah terbentuk mulai dari petani, pengumpul hingga ke eksportir besar. Bagi masyarakat terbiasa bertanam kakao sudah menjadi budaya. Bahkan ketika terjadi booming sawit petani tidak serta merta mengganti tanaman kakaonya dengan sawit.

Menariknya lagi penyakit Vascular streak dieback (VSD) yang sudah menjadi momok di Sulawesi tidak mewabah di Kabupaten Pasaman.

Hanya saja baru sedikit investor yang bersedia melirik potensi perkebunan di Kabupaten Pasaman, khususnya komoditas kakao. Meskipun peluang pengembangan perkebunan tersedia dan pemerintah siap mendukung dalam penyediaan infratruktur dan jaminan keamanan berinvestasi.

Dengan adanya pengembangan rencana tata ruang wilayah oleh pemerintah daerah Kabupaten Pasaman, maka saat ini tersedia 6000 ha lahan untuk pengembangan perkebunan. Artinya ini peluang terbuka lebar bagi investor untuk mengembangkan komoditas perkebunan di kabupaten Pasaman khususnya komoditas kakao.

Pemerintah daerah Kabupaten Pasaman, sangat konsern dengan pengembangan perkebunan. Hal ini diwujudkan melalui pengembangan infrastruktur dan menciptakan iklan investasi yang kondusif. Termasuk juga membuka kerjasama sama dengan berbagai pihak untuk mendorong penanaman modal di Pasaman.

Bupati Pasaman menegaskan bahwa pemerintah daerah siap merangkul dan mendukung pihak-pihak yang berminat menanamkan modal bagi pengembangan perkebunan khususnya kakao di Pasaman. Jadi silahkan berlomba-lomba memanfaatkan potensi Pasaman yang tersedia luas dan siap dimanfaatkan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bibit kakao SE dari Deptan cuma berasal dari stek pucuk, kenapa petani kakao dari pasaman barat tidak membudidayakan saja sendiri disesuaikan dengan lahan yang akan ditanam.......mohon pak bupati bantu petani......