Minggu, 27 Januari 2008
PETA TATA NIAGA BENIH KELAPA SAWIT
Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Kelapa Sawit
Pada komoditas kelapa sawit, kebutuhan benih nasional merupakan fungsi langsung dari perluasan areal dan peremajaan. Pada tahun 2004-2005 terjadi perluasan perkebunan kelapa sawit hingga 600.000-650.000 ha/tahun (Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi, 2006). Dengan asumsi kebutuhan benih 200 butir/ha, berarti setiap tahun diperlukan 120-130 juta kecambah.
Permasalahan yang dihadapi dalam industri benih kelapa sawit di masa lalu adalah penyediaan benih sangat tergantung dari kesiapan tiga produsen benih (PPKS, Socfin dan Lonsum). Distribusi permintaan benih yang tidak merata sepanjang tahun dan lebih sering terkonsentrasi pada semester kedua, tidak sejalan dengan estimasi dan kesiapan produksi para produsen. Faktor lokasi pengembangan perkebunan juga menjadi dilema tersendiri, karena ketiga produsen benih berada di daerah Sumatera Utara, sementara target pengembangan banyak terdapat di Sumatera bagian selatan serta Indonesia bagian tengah dan timur.
Saat ini terdapat tujuh lembaga riset/produsen benih, baik pemerintah maupun swasta, yang menjalankan roda perbenihan kelapa sawit nasional, yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT Socfindo, PT PP London Sumatra Indonesia, PT Tunggal Yunus Estate, PT Dami Mas Sejahtera, PT Binasawit Makmur dan PT Tania Selatan. Sebanyak 26 varietas (16 diantaranya dihasilkan oleh produsen benih swasta) telah dilepas sebagai varietas unggul yang dapat dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen di seluruh wilayah Indonesia.
Total potensi produksi ketujuh lembaga riset/produsen benih tersebut pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 151 juta butir kecambah sedangkan kebutuhan pasar pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 230 juta butir. Jika melihat pemetaan permintaan dan penyediaan benih tersebut, terlihat bahwa kebutuhan benih telah melebihi dari ketersediaan dalam negeri. Hal ini terkait dengan tingginya animo masyarakat untuk membangun kebun kelapa sawit terkait dengan trand harga CPO yang terus meningkat. Kekuranangan tersebut di atasi dengan mengimpor benih dari luar negeri.
Rantai Tataniaga
Rantai tataniaga benih kelapa sawit di Indonesia memiliki dua pola yaitu pola distribusi langsung dan pola distribusi tidak langsung. Pada pola distribusi langsung, produsen menjual kecambahnya langsung kepada konsumen akhir, tanpa melalui perantara. Pemesanan benih dilengkapi dengan Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit (SP2B-KS) yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat. Setelah itu dilakukan prosedur administrasi penjualan kecambah, pembayaran serta penentuan jadwal tentatif pengiriman kecambah.
Pengambilan kecambah dilakukan di lokasi produsen dan diawasi oleh Balai Pengawas dan Pengembangan Mutu Benih (BP2MB). Pola distribusi tidak langsung dilakukan dengan sistem waralaba. Produsen menyediakan benih kelapa sawit kepada penangkar benih (perkebunan swasta atau pengusaha), selanjutnya penangkar benih membibitkannya sampai siap tanam dan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat (petani) dengan pengawasan P2MB/IP2MB/Dinas Perkebunan (pustaka-deptan, 2006).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar