;

Rabu, 02 Januari 2008

PEMKAB MUARA ENIM MENGUSULKAN PENURUNAN HARGA BIBIT PERKEBUNAN

Pemkab Muara Enim mengajukan usulan penurunan harga bibit perkebunan ke pihak legislatif, guna meringankan beban petani. “Masih banyak petani yang membutuhkan bibit perkebunan, tetapi tidak terjangkau untuk membayar retribusi sebagaimana yang ditetapkan peraturan daerah (Perda) No 10/- 2002. Karena itu,Pemkab Muara Enim memandang perlu meninjau kembali besarnya tarif retribusi harga bibit perkebunan,” jelas Wakil Bupati Muara Enim Hanan Zulkarnain. Demikian dilaporkan harian SINDO.

Realisasi retribusi bibit perkebunan pada 2006 dari golongan petani kurang mampu sebanyak 42,7%. Dari golongan petani keluarga miskin sebesar 34,68%. Dari golongan keluarga yang mampu membayar ketentuan retribusi sesuai perda No 10/2002 hanya sebesar 22,5% dari seluruh bibit yang disalurkan.

Untuk itu, Pemkab Muara Enim mengusulkan perubahan tarif retribusi bibit perkebunan karet dan kelapa sawit sebanyak empat buah, yakni bibit karet stum mata tidur varietas PB 260 dan RRIC 100 dari Rp700/meter menjadi Rp350/meter. Lalu, bibit karet polybag jenis PB 260 dan RRIC 100 dari Rp1.750/polybag menjadi Rp1.500/polybag. Selanjutnya, entrys dari Rp1.000/meter menjadi Rp500/meter. Terakhir, bibit sawit polybag dari Rp10.000/polybag menjadi Rp- 7.500/polybag.

“Dengan dana perubahan tarif ini, diharapkan masyarakat tidak mampu atau keluarga miskin bisa mendapatkan bibit karet dan bibit sawit yang baik dengan harga yang terjangkau. Dengan demikian, tercipta pembangunan perkebunan rakyat ke depan akan lebih berkembang,” jelas Hanan.

Hal itu seiring langkah Pemkab Muara Enim yang telah melakukan revitalisasi atau peremajaan perkebunan karet rakyat seluas 132 hektare kepada 66 kepala keluarga (KK) di Desa Tanding Marga. Revitalisasi perkebunan karet rakyat bertujuan meningkatkan pendapatan petani karet.

“Dalam pelaksanaan revitalisasi perkebunan karet ini, Pemkab Muara Enim bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Muara Enim,” terangnya. Sementara itu, Kadis Perkebunan Syafarudin mengatakan, luas lahan yang digunakan untuk perkebunan seluas 246.511 hektare dengan komoditas yang dominan untuk tanaman karet, kelapa sawit, dan kopi.

Luas areal yang dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan rakyat di Muara Enim untuk tanaman karet seluas 167.544 hektare, kelapa sawit 49.763 hektare, kopi seluas 25.709 hektare, dan tanaman perkebunan lainnya yakni seluas 3.495 hektare.

“Karena produktivitas perkebunan masih tergolong rendah sekitar 40–60% dan disebabkan karena usia tanaman telah tua dan rusak,maka Pemkab Muara Enim melakukan peremajaan,” kata Syafarudin.

Untuk itu, ujar Safar, pihaknya mendukung penuh langkah Pemkab Muara Enim untuk perubahan tarif retribusi bibit perkebunan karet dan kelapa sawit untuk para petani. Dengan demikian, petani yang membutuhkan bibit perkebunan tidak terbebani dengan pembayaran retribusi yang terlalu tinggi. (Oleh: hengky chandra agoes/sindo, sumber: infokito 24 Desember 2007)

Silahkan rekan-rekan PBT atau pembaca lainnya memberikan tanggapan, apakah kebijakan ini bersifat progresif atau kontra progresif?

Tidak ada komentar: