;

Minggu, 18 September 2011

HARGA KARET MENGGILA


Saat ini harga karet menggila. Konon loam basah 5 tahun lalu dijual dengan harga Rp. 6.000/kg, namun saat ini sudah mencapai Rp. 11.000,-/kg. Sehingga banyak petani karet yang menikmati berkah akibat kenaikan harga ini.

M. Ruslan Syam, salah satu petani yang berada di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara mengaku, meskipun hanya memiliki karet seluas 0,5 ha, dengan jumlah tegakan 250 pokok, namun setiap bulannya ia bisa menikmati penghasilan sekitar Rp. 4.000.000,-

“Jika karet hari ini dideres besok pagi saya jual, harga loam karet basah Rp. 11.000,- / kg. Jika loam telah disimpan seminggu bisa laku Rp. 16.000,- sd Rp. 17.000,-/kg, “ ungkapnya

Menurut M. Ruslan, seminggu ia bisa melakukan 3 kali deres , dengan hasil rata-rata 35 sd 40 kg/ deres, saat musim puncak pada Bulan Agustus sampai dengan Maret. Sedangkan pada saat produksi rendah, ketika musim kemarau atau track, ia masih bisa mendapatkan hasil 15 kg/ setengah ha.

Untuk mencapai produksi tersebut, M. Ruslan melakukan perawatan sesuai dengan kaidah teknis tanaman karet. Setidaknya, ia melakukan pemupukan 3 kali setahun berupa pupuk Urea dan NPK. Selain itu, agar diperoleh produksi yang optimal perlu menggunakan stimulant seperti Karet Plus dan Entrel Merah.

“ Jika daun gugur saya menggunakan stimulant Karet Plus, yakni pada bulan Maret dan Juni. Sedangkan stimulant Entrel Merah saya gunakan pada bulan Juli. Penggunaan stimulant ini bisa meningkatkan produksi loam basah karet hingga 35 % sampai 45 %”, jelas M. Ruslan.

Tanaman milik M. Ruslan sudah berumur 11 tahun yang ditanam pada tahun 2000 akhir. Selain memiliki karet, petani yang juga fasilitator binaan Dinas Perkebunan Sumatera Utara, memiliki kakao + 0,4 Ha dan kelapa sawit + 0,5, dengan masa tanam yang sama. Namun menurutnya, penghasilan yang diperoleh dari komoditas tersebut tidak bisa melampaui pendapatan dari karet.

Menurut M. Ruslan, dengan budidaya intensif ia hanya bisa mendapatkan penghasilan 1,5 juta per bulan dari kelapa sawit. Sedangkan kakao bisa lebih rendah, mengingat harganya sering berubah-ubah dan produksinya dapat sewaktu-waktu ajlok akibat serangan penyakit.

Dari hasil penjualan loam karet, M. Ruslan mengaku mengalami peningkatan kesejahteraan. Terbukti ia bisa menyekolahkan keempat anaknya hingga ke perguruan tinggi. Bahkan ia juga mengenal banyak petani karet yang cukup sejahtera yang saat ini bisa membangun rumah mewah, membeli mobil, dan menyekolahkan anak-anaknya hingga keperguruan tinggi.

Secara umum, puncak produksi karet umumnya pada saat umur tanaman 10 sd 18 tahun. Dimana karet sudah mulai dapat dideres pada umur 4 tahun. Hasil optimal bisa dicapai jika petani menggunakan bahan tanam unggul bermutu dan memelihara kebun dengan baik.

Menurut Ir. H. Albert Nego Sipayung ,MMA Kepala UPTD Wilayah III, Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara di Rantau Parapat, kondisi yang dialami M. Ruslan Syam juga dirasakan oleh petani karet di berbagai tempat di Propinsi Sumatera Utara. Karena harga karet saat ini cukup mengiurkan.

Namun ditambahkannya, ada baiknya petani menanam multikomoditi. Minimal 3 komoditas unggul seperti kelapa sawit, kakao dan karet. Tujuannya untuk mengantisipasi perubahan harga perkebunan yang cenderung tidak stabil.

Tidak ada komentar: