;

Kamis, 29 Januari 2009

MENINGKATKAN ANTIBODI TANAMAN MELALUI TEKNOLOGI IMUNISASI


Imunisasi atau induksi resistensi atau resistensi buatan adalah suatu proses stimulasi resistensi tanaman inang terhadap patogen tanaman tanpa introduksi gen-gen baru. Teknologi imunisasi atau proteksi silang merupakan salah satu cara pengendalian penyakit tanaman dengan menstimulasi aktivitas mekanisme resistensi melalui inokulasi mikroorganisme non patogenik atau patogen avirulen maupun strain hipovirulen serta perlakuan substan dari mikroorganisme dan tumbuhan pestisida nabati.

Mekanisme induksi resistensi (imunisasi) menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif atau menstimulasi mekanisme resisten yang dimiliki oleh tanaman. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat meningkatkan produksi pada beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara untuk bertahan terhadap stres lingkungan ( Tuzun dan Kuc, 1991; Kloper, 1997).

Prainokukasi dengan agens penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat berbagai mekanisme resistensi tanaman, diantaranya akumulasi fitoaleksin, dan peningkatan aktivitas beberapa jenis enzim penginduksi seperti ß-1,4-glukosidase,chitinase dan ß-1-3-glukanase. Senyawa fitoaleksin adalah sustansi antibiotik yang diproduksi oleh tanaman inang apabila ada infeksi patogen atau pelukaan. Senyawa fitoaleksin nampaknya lebih banyak terbentuk dalam tanaman jika menggunakan mikroorganisme non patogenik dibanding hypovirulen (Fuchs et al., 1997; Rahmini, 2005).

Sinyal penginduksi resisten dapat berupa agens penginduksinya atau sinyal yang disintetis tanaman akibat adanya agens penginduksi. Sinyal tersebut diproduksi pada suatu bagian tanaman, namun dapat berperan pada bagian lainnya. Transinduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler sehingga menimbulkan sistem ketahanan tanaman secara sistemik..

Teknologi imunisasi (induksi resisten) dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penginduksi sudah dikembangkan dan digunakan di lapangan di negara-negara maju beberapa tahun sebelumnya (Tuzun dan Kuc, 1991), pada berbagai tanaman komersial seperti tomat, kentang, gandum, strawberry, dll.

Pada tahun 1980an Komada seorang peneliti Jepang mempublikasikan temuannya mengenai penggunaan Fusarium oxysporum non patogenik (F.o.NP) untuk menginduksi ketahanan tanaman ubi jalar terhadap penyakit busuk Fusarium. Hasil temuan itu menjelaskan bahwa penggunaan Fo.NP efektivitasnya tidak berbeda nyata dengan penggunaan Binomil yang merupakan fungisida andalan untuk pengendalian penyakit tersebut saat itu (Ogawa and Komada, l988).

Di Indonesia penggunaan mikroorganime ini sudah dikembangkan pada tanaman vanili khususnya untuk penyakit BBV selama beberapa tahun terakhir ini (Tombe, 2004) dan sudah aplikasi sampai tingkat lapang, sedang penggunaannya pada penyakit BPB (busuk pangkal batang) pada tanaman lada baru proses awal yaitu pada tingkat rumah kaca (Noveriza et.al. 2005).

Hasil penelitian BALITTRO pada tanaman vanili telah ditemukan Fo.NP strain F10-AM yang diisolasi dari tanaman vanili sehat. Pra-inokulasi stek vanili dengan menggunakan konidia isolat itu dapat menghambat infeksi patogen BBV pada tanaman yang diberi perlakuan. Mikroorganisme itu telah diproduksi dalam bentuk formula agar memudahkan pelaksanaannya dan sudah dipatenkan di Ditjen HAKI.

Sejak tahun 2001 teknologi ini telah digunakan secara luas di beberapa propinsi di Indonesia terutama di Bali untuk pengendalian penyakit BBV. Penyebaran dan aplikasi teknologi ini dilaksanakan dalam bentuk waralaba dengan pihak swasta lokal yang pada saat ini telah berada di 12 propinsi di Indonesia.

Aplikasi pada tanaman kakao
Adapun penerapan teknologi imunisasi untuk tanaman kakau adalah sebagai berikut:

Benih yang digunakan adalah benih yang sudah direkomendasikan oleh Departemen Pertanian. Benih tersebut berasal dari buah berbentuk normal,sehat dan sudah matang.

Buah dipotong membujur, lalu benih yang berada dibagian tengah diambil dan dibersihkan dengan serbuk gergaji/cocopit dan dicuci dengan air bersih kemdiaan dicelup kedalam BioFOB EC selama 10 menit kemdian dikeringkan anginkan.

Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu dicelup sekali lagi dalam larutan BioFOB EC. Bisa juga menggunakan BioFOB WP akan tetapi sebelumnya dicelup dulu kedalam air aqua/air minum, kemudiaan benih tersebut dicampur dengan BioFOB WP.

Benih yang selesai diberi perlakuan selanjutnya 1/3 bagian dibenam kedalam lapisan pasir yang diatasnya telah diberi dengan Organik-FOB yang telah terdapat dalam bedengan (Tanah bedengan dicangkul sedalam 30 cm, kemudiaan lapisan atas di beri pasir setebal 10 cm dan diatasnya ditaburi dengan organik-FOB secukupnya)

Setelah 4 – 5 hari dipesemaian benih sudah berkecambah, selanjutnya dipindahkan kedalam polybag 20 x 30 cm media tumbuh. Media yang digunakan dalam polybag adalah campuran tanah, pupuk OrganoTRIBA, pasir dengan perbandingan 2:1:1. Satu kecambah cacao kedalam lubang sedalam telunjuk, lalu lubang ditutup dengan OrgnoTRIBA.

Polybag berisi kecambah disimpan dilokasi pembibitan dengan jarak 60 cm dalam pola segitiga sama sisi. Lokasi pembibitan dinaungi dengan paranet atau ayaman bambu atau sejenisnya yang terapat dilokasi.

Pembibitan disiram 2 kali sehari kecuali kalau ada hujan. Untuk merangsang pertumbuhan tanaman bibit dapat disirim dengan BioTRIBA 2 minggu sekali dengan dosis 10 ml/l. Pemupukan dapat dilakukan setiap 2 minggu dengan menggunakan NPK 2 gr/bibit sampai umr 3 bulan. Bibit siap tanaman setelah berumur 4 – 5 bulan dan berdaun 20 – 45 helai

3 komentar:

Zero11 mengatakan...

Menarik..
Apakah efektif apabila sistem pengendalian dengan imunisasi ini dipadukan dengan metode eradikasi?

Ciptadi mengatakan...

Menarik..
Apakah efektif apabila sistem pengendalian dengan imunisasi ini dipadukan dengan metode eradikasi?

hamdayanty mengatakan...

pengendalian dengan hayati harus ditingkatkan dari sekarang...