;

Senin, 24 September 2007

KENDALA TRANSFER INFORMASI PADA PENGAWAS BENIH TANAMAN


Pengawas Benih Tanaman Perkebunan saat ini sebanyak 168 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai sarana perekat antar Pengawas Benih Tanaman Perkebunan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dibentuklah Forum Komunikasi Pengawas Benih Tanaman Perkebunan (FKPBTP) pada Pertemuan Koordinasi Pengawasan Mutu Benih tanggal 24 s/d 26 Juni 2007 di Hotel Utami, Surabaya, yang dihadiri oleh perwakilan PBT setiap daerah yang diundang (mencakup 31 propinsi).

Langkah selanjutnya adalah mempercepat jaringan komunikasi sebagai sarana tukar menukar informasi dan pengalaman serta permasalahan di daerah tugas mereka masing – masing adalah menumbuhkan jaringan komunikasi melalui media elektronik dengan e-mail: pbtpusat @ yahoo.com atau memanfaatkan
blog dengan alamat:http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com seperti yang telah dilakukan oleh PBT Pusat Ditjen Perkebunan.

Selain itu diterbitkannya Buletin setiap dua bulan sekali yang edisi pertamanya telah disebarkan diharapkan turut mendukung tujuan FKPBTP. Buletin no 1/8/2007 terbit pada minggu ke 3 bulan Agustus 2007 lalu, isinya menginformasikan terbentuknya Forum Komunikasi Pengawas Benih Tanaman Perkebunan, inventarisasi Pengawas Benih Tanaman Perkebunan dan pengusulan anggota pengurus Forum Komunikasi tersebut kepada :
1.Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Seluruh Indonesia
2.Kepala UPTD Kelembagaan Pengawasan Mutu Benih Tanaman Perkebunan diseluruh Indonesia.
3.Pengawas Benih Tanaman Perkebunan seluruh Indonesia.

Diharapkan buletin tersebut telah sampai ke alamat yang dituju dan dapat segera ditanggapi oleh Pengawas Benih Tanaman Perkebunan di daerah dan Institusi yang terkait sehingga data Pengawas Benih Tanaman Perkebunan yang akurat dapat diperoleh. Beberapa daerah memang sudah mengirimkan tanggapan mereka dan redaksi pusat masih terus menunggu.

Akan tetapi upaya ini bukan tanpa kendala, pepatah “Maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai” tampaknya cocok diberikan untuk upaya PBT pusat ini. Maksud hati meningkatkan komunikasi antar PBT apa daya sarana terbatas…..! Bagaimana akan intensif jika komputer yang akan dihubungkan dengan internet masih pinjam dari unit kerja lain dan merupakan satu – satunya sarana kerja yang dimiliki PBT pusat yang terdiri 5 orang. Ditambah lagi prosedur yang rumit dan tanggapan miring dari beberapa rekan kerja non PBT. Alhasil banyak rencana yang telah disusun akhirnya tersendat. Mungkinkah mereka dapat bekerja secara profesional sesuai fungsinya?? Harapan ini masih jauh untuk terwujud (Tri Lestari).

Jumat, 21 September 2007

GMO, MAKHLUK APAKAH ITU ?

Dua tahun terakhir ini media massa besar seperti Kompas, Republika dan Media Indonesia tak henti-hentinya menyoroti masalah GMO (transgenik). GMO yang merupakan singkatan dari Genetically Modified Organism tidak lain adalah tanaman transgenik yang menghebohkan itu.

Dua tahun terakhir ini media massa besar seperti Kompas, Republika dan Media Indonesia tak henti-hentinya menyoroti masalah GMO. GMO yang merupakan singkatan dari Genetically Modified Organism tidak lain adalah tanaman transgenik yang menghebohkan itu.

Tanaman dihasilkan melalui rekayasa genetika dengan memindahkan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari suatu sumber gen ke tanaman yang dikehendaki. Sumber gen di sini bisa berarti sesama tanaman satu famili atau beda famili bahkan bisa dari organisme lain misal gen bakteri dsb.

Latar Belakang Munculnya GMO
Kita masih ingat semasa kuliah dulu bahwa perkembangan genetika dimulai pada tahun 1856 dengan hukum pewarisan Mendel. Pada tahun 1910 Thomas Hunt (ahli biologi) menemukan bahwa gen pembawa sifat keturunan terdapat pada khromosom. Pada tahun 1944 diketahui bahwa DNA diturunkan oleh setiap organisma, kemudian pada tahun 1952 diketahui bahwaDNA adalah penerus informasi genetik sampai akhirnya Watson dan Crick menemukan struktur DNA pada tahun 1953.

Masih segar dalam ingatan kita pada era pasca PD II bergulirlah Revolusi Hijau yang saat itu bak dewa penolong. Salah satu kemajuan yang diperoleh pada era Revolusi Hijau tersebut adalah penemuan varietas unggul. Varietas-varietas unggul ini merupakan hasil pemuliaan tanaman secara konvensional. Artinya, sifat-sifat unggul ditemukan dengan cara persilangan sampai beberapa generasi tanaman. Tentu saja penemuan varietas-varietas baru ini memerlukan waktu lama, sedangkan tantangan pemenuhan kebutuhan pangan dunia semakin mendesak. Negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa berlomba-lomba untuk meneliti kemungkinan "percepatan" rekayasa genetika dengan menggabungkan sifat-sifat yang baik suatu tanaman dengan sifat-sifat lain yang diinginkan meskipun itu hasil "cuplikan" dari organisme lain. Sebagai contoh penemuan yang kontroversial adalah Golden Rice. Padi emas hasil rekayasa genetika antara padi dengan tanaman penghasil beta karoten ini menjadikan Golden Rice diyakini akan mampu menopang gizi penduduk di negara-negara berkembang.

Pro dan Kontra GMO
Banyak LSM yang menetang kehadiran tanaman transgenik di Indonesia, demikian pula dengan kesan yang kita tangkap dengan sikap Menteri Lingkungan Hidup dan hal ini didukung dengan ulasan-ulasan yang cukup besar dalam pemberitaan sebuah harian terkemuka di Jakarta. Secara jujur dapat dikatakan pertentangan ini karena penguasaan GMO atau tanaman transgenik sendiri tidak dikuasai secara benar dan jernih karena lebih mengedepankan sifat apatisme.

Secara garis besar alasan mereka yang menentang kehadiran tanaman GMO ini adalah karena beberapa hal sebagai berikut.

Ketakutan masalah keamanan apabila produk GMO dikonsumsi manusia .
WHO serta badan pengawas pangan AS: FDA dan EPA telah memastikan bahwa produk GMO aman untuk dikonsumsi. Protein yang dihasilkan karena penyusupan "gen asing" akan mudah terdegradasi dengan adanya pemanasan. Jagung produk tanaman Bt corn maupun kedelai hasil GMO terbukti belum ada laporan yang menyebutkan bahwa produk ini beracun atau membahayakan bagi manusia. Resiko yang mungkin timbul adalah alergi pada sebagaian orang yang sangat peka pada produk ini. Pernahkah anda memikirkan bahwa tahu dan tempe yang anda konsumsi sehari-hari adalah produk GMO ? Mengapa kedelai yang besar-besar (eks Amerika) harganya sangat murah bila dibandingkan dengan kedelai lokal ?
Disadari atau tidak sebenarnya kita telah menjadi konsumen produk GMO terutama kedelai. Setiap tahun kita mengimpor kedelai dari Amerika bahkan sampai ratusan ribu ton karena kita belum mampu berswasembada kedelai.

Ketakutan akan menimbulkan hama-hama atau gulma yang resisten terhadap pestisida.
GMO bukanlah tanaman super. Umumnya satu tanaman hanya disusupi oleh satu gen asing. Sebagai contoh kapas Bt Bollguard yang kontroversial pengembangannya di Sulawesi Selatan. Tanaman ini karena dalam tubuhnya sudah ada gen Bacillus thuringiensis maka tanpa penyemprotan insektisida, tanaman akan terbebas dari ulat penggerek buah kapas (Helicoverpa armigera). Namun tentu saja untuk hama Sundapterex sp., gen Bacillus thuringiensis tidak akan efektif, sehingga memang masih memerlukan penyemprotan insektisida khusus mengatasi masalah hama yang dulu dikenal sebagai empoaska ini. Inilah yang sering dibesar-besarkan media bahwa tanaman transgenik lebih peka serangan hama Sundapterex sp.

Ketakutan akan punahnya biodiversity (keanekaragaman hayati dicuri orang asing).
Ketakutan ini cukup beralasan mengingat banyak hasil produksi dalam negeri malah dipatenkan oleh orang luar negeri karena kesadaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI) pada masyarakat kita masih rendah. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini diperlukan lemabaga independen yang akan mengontrol masalah "pencurian" keanekaragaman hayati kita.

Ketakutan bahwa GMO akan membahayakan 1 - 2 generasi mendatang.
Masalah ini agak kurang berdasar hanya karena trauma efek negatif dari peristiwa Revolusi Hijau lalu. Mereka para LSM selalu mengatakan siapa yang akan bertanggungjawab atas nasib generasi mendatang. Ya tentu saja kita semua! Faktor kehati-hatian seperti tercantum dalam protokol Cartagena yang Indonesia ikut meratifikasi- memang perlu, namun upaya untuk meneliti sisi posititif dan negatif suatu teknologi tetap harus dilakukan.

Tuduhan bahwa benih GMO akan merugikan petani karena harga yang mahal.
Mereka menuduh bahwa negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya dijadikan obyek mengeruk keuntungan semata, karena benih GMO pasti mahal. Petani harus membeli benih baru setiap menanam. Untuk mengupasnya kita ambil contoh kasus benih kapas Bollguard. Benih ini bisa 10 x lebih mahal dibandingkan benih kapas lokal Kanesia. Namun daya kecambahnya sampai 90%, sedangkan Kanesia hanya 25 - 40%. Belum lagi produksi per hektar Bollguard minimal 2 x lipat dengan populasi lebih minim. Biya penyemprotan pestisida dengan benih GMO jauh lebih sedikit dibandingkan dengan benih konvensional. Dari produksi saja bisa dihitung bahwa kenaikan harga benih tidak ada artinya dibandingkan dengan penambahan produksi. Kasusu seperti ini sebetulnya bukan hanya benih GMO, benih hibrida seperti cabai, semangka, melon dan kubis sangat menggantungkan benih import meskipun harga benihnya puluhan kali lebih mahal, namun tetap dicari petani karena produksinya sangat tinggi. Benih hibrida yang termasuk benih konvensional pun harus selalu menggunakan benih baru untuk penanaman berikutnya seperti halnya benih GMO. Mengapa ? Karena sifat-sifat unggulnya tidak akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Di antara hiruk pikuk kontra GMO, saat ini lebih banyak alangan yang pro terhadap GMO. Departemen Pertanian, Departemen Riset dan Teknologi termasuk departemen yang sangat mendukung perkembangan GMO atau tanaman transgenik di Indonesia. Alasan beberapa kalangan yang pro tanaman transgenik hadir di Indonesia sebagai berikut.

Indonesia sebagai mega biodiversity.
Dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar (nomor 2 di dunia), Indonesia merupakan sumber potensi gen yang luar biasa untuk pengembangan tanaman transgenik ini.

Kekurangan suplai pangan dengan pangan bergizi.
Bukan rahasia lagi-terlebih di masa krisis ekonomi seperti sekarang, kecepatan pertambahan penduduk jauh melampaui kecepatan pemenuhan pangan. Selain itu asupan makanan bergizi bagi rata-rata masyarakat Indonesia masih rendah. Golden Rice akan mampu menjawab permasalahan klasik yang menipa kekurangan pangan dan gizi di negara Indonesia.

Menghemat pestisida dan tidak mencemari lingkungan (Bt rice, Bt cotton dsb.).
Beberapa tanaman transgenik diciptakan untuk mengurangi penggunaan pestisida, khususnya insektisida sehingga mengurangi resiko pencemaran lingkungan karena pestisida. Gen Bt (Bacillus thuringiensis) dimasukkan ke dalam gen tanaman padi dimaksudkan akan menciptakan tanaman padi yang tahan hama penggerek batang (yang umumnya menghasilkan gejala sundep dan beluk) sehingga produksi akan meningkat. Penyusupan gen Bt pada kapas akan menciptakan tanaman kapas yang tahan terhadap hama penggerek buah kapas (Helicoverpa sp.). Contoh kasus ini adalah vareitas Bollguard ex-Monsanto.

Teknologi sudah ada dan harus dipelajari.
Banyak ahli bioteknologi kita yang bernaung di bawah P3 Bioteknologi LIPI dan Balitbio Deptan sudah menimba ilmu di luar negeri akan sia-sia kalau belum-belum kita sudah apatis terhadap teknologi GMO ini. Kita trauma beberapa dekade lalu yang serba "bangkok", sehingga saking mindernya kita bisa menyebut produk pertanian asli kita dengan imbuhan "bangkok" di belakangnya. Sayangnya era transgenik di Indonesia ini dinodai dengan agresivitas berlebihan suatu perusahaan yang akhirnya malah menjadi bumerang perkembangan transgenik di Indonesia. Marilah kita pelajari transgenik ini , kalau kita tidak berusaha mempelajari tentu kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain. Namun demikian bukan hanya teknologi "cara" menghasilkan GMO yang perlu dipelajari, namun juga penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan negatif yang mungkin ditimbulkan sehubungan dengan teknologi transgenik ini. Dengan demikian potensi kekayaan alam yang kita punyai dapat termanfaatkan benar-benar untuk kesejahteraan anak cucu kita (http://www.situshijau.co.id/

Senin, 10 September 2007

MENGENAL LEBIH DEKAT BP2MB JAWA TIMUR

Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) merupakan salah satu unit Pelaksana Teknis Pusat (Direktorat Jenderal Bina Produksi) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Pada awalnya berdasarkan SK Mentan No. 795/Kpts/OT.210/12/1994 dengan nama. Pada tahun tahun 1997 berganti nama menjadi BP2MB Jatim berdasarkan SK Mentan No. 117/Kpts/OT.210/2/2003.

BP2MB Jatim berlokasi di Surabaya, Jawa Timur dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Propinsi di Pulau Jawa, Propinsi Bali, seluruh Propinsi di Pulau Sulawesi, Propinsi Nusa Tenggara barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Maluku, Propinsi Maluku Utara dan Propinsi Papua. Berdasarkan pasal 2 SK Mentan No. 117/Kpts/OT.210/2003 tugas dari BP2MB yaitu melaksanakan pengawasan, pengembangan, pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, sesuai dengan pasal 3 maka BP2MB Jatim mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Tugas pengawasan dan pengembangan mutu benih perkebunan, BP2MB Jatim menyelenggarakan fungsi :
a. Pengawasan dan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional
b. Pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor dan yang akan di ekspor serta rekayasa genetika
c. Pelaksanaan pengujian adaptasi (observasi) benih perkebunan dalam rangka pelepasan varietas
d. Pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas propinsi
e. Pelaksanaan pengembangna teknik dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (referee test)
f. Pelaksanaan pengembangan jaringan dan kerjasama laboratorium uji mutu bneih perkebunan
g. Pengelolaan data dan dokumentasi, serta pemberian informasi kegiatan pengawasan, pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan
h. Pemberian pelayanan teknik kegiatan pengawasan, pengembangan, pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan
i. Pelaksanaan urusan taa usaha dan rumah tangga

2. Tugas pengawasan, pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan, BP2MB Jatim menyelenggarakan fungsi :
a. pengawasan pelestarian plasma nutfah, produksi dan peredaran benih lintas kabupaten dan penggunaan benih impor
b. pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan
c. pelaksanaan sosialisasi benih varietas unggul
d. pembinaan usaha penangkar benih/bibit perkebunan
(Sumber:www.bp2mb-jatim.blogspot.com)

Rabu, 05 September 2007

UPAYA PENEGAKKAN HUKUM YANG TELAH DILAKSANAKAN OLEH BP2MB BENGKULU


Rendahnya tingkat produktivitas perkebunan sawit rakyat disebabkan karena penggunaan benih ilegitim (yang untuk selanjutnya disebut “palsu”), tingginya tingkat peredaran benih palsu dikarenakan karena faktor ketidakmengertian dari masyarakat disamping itu disebabkan oleh adanya upaya dari pelaku pembangunan (oknum aparat) melalui anggaran pemerintah masih memandang “rendah” terhadap dampak yang ditimbulkan penggunaan benih asalan.

Kondisi tersebut telah mendorong Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Propinsi Bengkulu untuk melakukan upaya penertiban peredaran benih ilegitim/palsu melalui upaya penegakkan hukum sebagaimana yang diatur dalam UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dari kegiatan penegakkan dibidang hukum tersebut telah dirampungkan 3 berkas dan dinyatakan lengkap (P-21) oleh PPNS dinas Perkebunan bekerjasama dengan Penyidik dari Polda Bengkulu sepanjang tahun

Dari serangkaian kegiatan penegakkan hukum tersebut telah dipersangkakan ”Mengedarkan Benih Tidak sesuai dengan Label” Psl 60 A(1) huruf C pada UU No 12 Tahun 1992 yang telah divonis 8 bulan kurungan dan “ Melakukan sertifikasi tanpa ijin” Psl 61 A1 huruf…. Pada UU No 12 tahun 1992 yang telah divonis bersalah dengan kurungan 1 tahun atau 2 tahun masa percobaan. Vonis atas perkara tersebut menjadi Yuris prodensi dibidang hukum khususnya pada perkara benih dengan menggunakan UU no 12 tahun 1992 sebagai sumber rujukan.

Dampak dari kegiatan penegakkan hukum tersebut maka pada beberapa tahun belakangan ini sering dilakukan operasi mandiri oleh aparat penegak hukum di wilayah Bengkulu terhadap benih yang beredar, tidak memiliki surat-surat lengkap seperti label dan SKMB dilakukan penangkapan sehingga berakibat positif didalam menekan peredaran benih yang ilegitim (palsu), dan adanya kepastian pasar bagi usaha penangkaran benih terutama penangkar benih kelapa sawit. Dampak positif yang lain adalah pada setiap pengadaan benih yang dilakukan oleh Dinas Kabupaten seluruhnya telah mempersyaratkan sertifikasi & “mewajibkan” pengujian ulang bagi benih yang didatangkan dari luar propinsi Bengkulu (seperti benih karet dari sumatera selatan) dan berdasarkan catatan terjadi lonjakan pemeriksaan yang cukup tajam dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.

Kondisi tersebut disatu sisi mampu memberikan legitimasi yang cukup bagi pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih tanaman perkebunan namun disisi lain terbatasnya sarana dan jumlah personil pengawas benih tanaman (baru 5 orang) menjadi sangat dilematis untuk mampu melaksanakan kegiatan sertifikasi secara optimal diseluruh wilayah Propinsi Bengkulu (yang meliputi 1 kota dan 8 kabupaten).

Penegakkan hukum di bidang perbenihan yang telah dilakukan oleh BP2MB pada kasus melakukan sertifikasi tanpa ijin yang telah dilakukan oleh oknum Dinas Perkebunan, Perikanan dan Kelautan (PKP Kab. Muko-muko) yang telah menyebabkan lolosnya benih kelapa sawit ilegitim yang digunakan untuk pengadaan proyek Bantuan Sosial Fakir Miskin (BSFM ) dengan sumber anggaran berasal dari Dinas Kesejahteraan Sosial volume anggaran 1,7 M yang telah divonis bersalah, oleh pihak Kejaksaan Negeri Muko-muko telah dijadikan dasar untuk melakukan penyidikan dibidang TIPIKOR.

Pertemuan awal antara pihak kejaksaan dengan BP2MB Bengkulu telah dilakukan pada awal bulan September 2008, didalam pertemuan tersebut dilakukan review kembali terhadap kasus peredaran benih kelapa sawit yang telah dilakukan oleh oknum pihak Dinkesos melalui proyek BSFM TA 2004 dengan dana pendamping dari APBD Kab. Muko-muko, dan telah diambil kesimpulan sementara bahwa Pidana umum yang memenuhi unsur Psl 60 A1 UU No 12 tahun 1992 divonis bersalah akan menjadi pintu masuk bagi tindak pidana korupsi.

Luasnya dampak yang telah ditimbulkan dari kegiatan penegakkan hukum menuntut BP2MB untuk dapat berbuat lebih baik dan pada setiap kegiatan yang dilakukan dituntut adanya payung hukum dan rambu-rambu yang jelas mengingat SKMB oleh aparat telah dilegitimasi sebagai produk hukum, namun kenyataan yang dihadapi adalah masih belum seragamnya metoda pelaksanaan kegiatan sertifikasi yang dilakukan oleh BP2MB disetiap propinsi, belum adanya tata aturan yang jelas terhadap sistem dan prosedur bagi benih perkebunan Non Bina. Kondisi yang semacam ini merupakan ”bom waktu” yang akan menampar kita (BP2MB) dan pada gilirannya dapat diperiksa sebagi pesakitan oleh aparat dengan mempergunakan UU No12 tahun 1992 yang selama ini menjadi sumber rujukan, dan yang lebih jauh lagi bahwa cita-cita untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sampai mendekati titik optimal sebagaimana potensi produksi yang di claim oleh lembaga penelitian akan semakin jauh dari harapan. Kenyataan telah membuktikan kita (Indonesia) bangga dengan luasan area sawitnya namun malaysia masih leading didalam tingkat produksi per satuan luas dan menguasai 42 % total produksi CPO dunia saat ini.

Akhirnya dituntut kepedulian semua pihak agar kita mampu melakukan perubahan yang terintegrasi dan terencana sehingga manfaatnya akan terasa manis bagi seluruh stake holder yang terlibat didalam pembangunan pertanian (Ir. Eddy Sugiarto).

Selasa, 04 September 2007

KIAT MENDAPATKAN PINJAMAN BANK UNTUK USAHA PERBENIHAN

Usaha perbenihan perkebunan adalah usaha yang prospektif. Hal ini karena saat ini terjadi peningkatan permintaan terhadap bibit bermutu seiring meningkatnya kesadaran petani menggunakan bibit bermutu serta adanya program-program pemerintah yang berupaya mendorong penggunaan benih bermutu.

Namun untuk membangun usaha perbenihan diperlukan modal yang tidak kecil. Misalnya saja untuk pembangunan kebun entres karet diperlukan dana kurang lebih 98 juta rupiah. Sehingga bagi petani modal tersebut tidak dapat disediakan hanya dengan modal sendiri sehingga perlu mendapatkan modal dari sumber-sumber lain.

Salah satu sumber permodalan bagi usaha pembibitan adalah kredit/pinjaman yang berasal Bank. Namun Bank umumnya tidak dengan mudah mau mengucurkan kredit bagi khususnya bagi usaha perbenihan.

Menurut Bapak Jaeroni, seorang pakar perbankkan, untuk mendapat kucuran dana dari Bank pertama-tama kita harus berpikir selaras dengan logika perbankkan. Bahwa Bank bukan lembaga sosial yang memberikan pinjaman secara cuma-cuma. Tujuannya jelas yakni mendapatkan keutungan dari pinjaman yang diberikan. Tentu saja Bank enggan memberikan pinjaman pada pihak yang dinilai memiliki kemampuan pengembalian pinjaman yang rendah. Apalagi dengan adanya gap antara Suku Bunga Bank dengan Suku Bunga Bank Komersil, artinya tanpa menyalurkan kredit, Bank komersil tetap dapat memperoleh keuntungan.

Tentunya kondisi demikian agar kurang menguntungkan bagi usaha pertanian, khususnya perbenihan, yang sering dinilai sebagai usaha yang beresiko tinggi, karena harga penjualan produk yang cenderung fluktuatif serta resiko kegagalan cukup besar.

Namun bukan berarti Bank alergi terhadap usaha pertanian. Seorang penangkar sukses di Kalimantan Selatan, Yulianto, berhasil mendapatkan kucuran modal jangka pendek selama 1 tahun Bank untuk perluasan usahanya dan mampu mengembalikannya tepat waktu. Disamping itu, pemerintah bekerja sama dengan Perbankkan menyediakan skim-skim kredit pertanian, dimana pemerintah dalam hal ini berfungsi sebagai penjamin atau pemberi subsidi bagi kredit petani.

Oleh sebab itu agar sukses mendapatkan kredit dari Bank maka kita terlebih dahulu memahami logika Bank dalam penyaluran kredit. Maka ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kredit dari perbankkan:

1. Bank tidak akan memberikan pinjaman kredit kepada usaha pertanian khususnya perbenihan perkebunan yang baru akan dikembangkan. Artinya Bank tidak akan memberikan kredit bagi petani yang masih dalam rencana pembangunan kebun pembibitan, melainkan pada petani yang sudah memiliki usaha pembibitan sebelumnya, sukses dan kemudian ingin mengembangkannya. Oleh sebab itu Bank tidak hanya melihat cash flow sebagai pertimbangan pencairan kredit (perkiraan keuntungan usaha di masa depan) melainkan juga kondisi neraca atau laporan R/L ( kondisi keuangan usaha saat ini). Tanpa hal tersebut mustahil Bank mengucurkan kredit.

2. Bank tidak akan pernah memberikan kredit sebesar 100% melainkan 50:50 atau 60:40 dari modal yang dibutuhkan. Tujuannya untuk membuktikan kemauan si peminjaman dalam mengembangkan usaha serta adanya coverange dari pemilik jika terjadi kerugian. Intinya Bank tidak memberikan pinjaman buat mereka yang hanya dengan modal dengkul saja.

3. Dari laporan keuangan Bank akan sangat memperhatikan pendapat yang diperoleh dari usaha berjalan. Idealnya, Bank mengharapkan adalah pendapatan 80 % dari total penjualan (total produksi x harga) atau net profit margin (laba bersih setelah dikurangi pajak dan bunga bank) sebesar 5% s/d 10% dari total penjualan.

4. Sedangkan untuk prospek pengembangan usaha, Bank akan melihat dari casf-flow dengan indikator NPV bernilai positif, IRRI lebih rendah dari suku bunga, B/C rasio lebih besar dari 1.

5. Sedangkan untuk usaha baru, petani masih dapat memperoleh modal dari Bank yang mendapat dukungan dari pemerintah seperti KKP (kredit ketahanan pangan, dimana pemerintah memberikan subsidi bunga ditujukan untuk eksistensifikasi tebu dan padi ), SP-3 ( Sistem pelayanan pembiayaan pertanian dimana pemerintah memberikan sharing resiko sebesar 40 %), KPEN-RP (Kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi pertanian) yang dapat diakses pada Bank-Bank Pemerintah.

Dengan mahami kaidah-kaidah perbankkan dalam mengucurkan kredit, diharapkan kita mampu menyesuaikan proposal pengajuan kredit/pinjaman sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak perbankkan (Hendra Sipayung).