Rabu, 05 September 2007
UPAYA PENEGAKKAN HUKUM YANG TELAH DILAKSANAKAN OLEH BP2MB BENGKULU
Rendahnya tingkat produktivitas perkebunan sawit rakyat disebabkan karena penggunaan benih ilegitim (yang untuk selanjutnya disebut “palsu”), tingginya tingkat peredaran benih palsu dikarenakan karena faktor ketidakmengertian dari masyarakat disamping itu disebabkan oleh adanya upaya dari pelaku pembangunan (oknum aparat) melalui anggaran pemerintah masih memandang “rendah” terhadap dampak yang ditimbulkan penggunaan benih asalan.
Kondisi tersebut telah mendorong Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Propinsi Bengkulu untuk melakukan upaya penertiban peredaran benih ilegitim/palsu melalui upaya penegakkan hukum sebagaimana yang diatur dalam UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dari kegiatan penegakkan dibidang hukum tersebut telah dirampungkan 3 berkas dan dinyatakan lengkap (P-21) oleh PPNS dinas Perkebunan bekerjasama dengan Penyidik dari Polda Bengkulu sepanjang tahun
Dari serangkaian kegiatan penegakkan hukum tersebut telah dipersangkakan ”Mengedarkan Benih Tidak sesuai dengan Label” Psl 60 A(1) huruf C pada UU No 12 Tahun 1992 yang telah divonis 8 bulan kurungan dan “ Melakukan sertifikasi tanpa ijin” Psl 61 A1 huruf…. Pada UU No 12 tahun 1992 yang telah divonis bersalah dengan kurungan 1 tahun atau 2 tahun masa percobaan. Vonis atas perkara tersebut menjadi Yuris prodensi dibidang hukum khususnya pada perkara benih dengan menggunakan UU no 12 tahun 1992 sebagai sumber rujukan.
Dampak dari kegiatan penegakkan hukum tersebut maka pada beberapa tahun belakangan ini sering dilakukan operasi mandiri oleh aparat penegak hukum di wilayah Bengkulu terhadap benih yang beredar, tidak memiliki surat-surat lengkap seperti label dan SKMB dilakukan penangkapan sehingga berakibat positif didalam menekan peredaran benih yang ilegitim (palsu), dan adanya kepastian pasar bagi usaha penangkaran benih terutama penangkar benih kelapa sawit. Dampak positif yang lain adalah pada setiap pengadaan benih yang dilakukan oleh Dinas Kabupaten seluruhnya telah mempersyaratkan sertifikasi & “mewajibkan” pengujian ulang bagi benih yang didatangkan dari luar propinsi Bengkulu (seperti benih karet dari sumatera selatan) dan berdasarkan catatan terjadi lonjakan pemeriksaan yang cukup tajam dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Kondisi tersebut disatu sisi mampu memberikan legitimasi yang cukup bagi pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih tanaman perkebunan namun disisi lain terbatasnya sarana dan jumlah personil pengawas benih tanaman (baru 5 orang) menjadi sangat dilematis untuk mampu melaksanakan kegiatan sertifikasi secara optimal diseluruh wilayah Propinsi Bengkulu (yang meliputi 1 kota dan 8 kabupaten).
Penegakkan hukum di bidang perbenihan yang telah dilakukan oleh BP2MB pada kasus melakukan sertifikasi tanpa ijin yang telah dilakukan oleh oknum Dinas Perkebunan, Perikanan dan Kelautan (PKP Kab. Muko-muko) yang telah menyebabkan lolosnya benih kelapa sawit ilegitim yang digunakan untuk pengadaan proyek Bantuan Sosial Fakir Miskin (BSFM ) dengan sumber anggaran berasal dari Dinas Kesejahteraan Sosial volume anggaran 1,7 M yang telah divonis bersalah, oleh pihak Kejaksaan Negeri Muko-muko telah dijadikan dasar untuk melakukan penyidikan dibidang TIPIKOR.
Pertemuan awal antara pihak kejaksaan dengan BP2MB Bengkulu telah dilakukan pada awal bulan September 2008, didalam pertemuan tersebut dilakukan review kembali terhadap kasus peredaran benih kelapa sawit yang telah dilakukan oleh oknum pihak Dinkesos melalui proyek BSFM TA 2004 dengan dana pendamping dari APBD Kab. Muko-muko, dan telah diambil kesimpulan sementara bahwa Pidana umum yang memenuhi unsur Psl 60 A1 UU No 12 tahun 1992 divonis bersalah akan menjadi pintu masuk bagi tindak pidana korupsi.
Luasnya dampak yang telah ditimbulkan dari kegiatan penegakkan hukum menuntut BP2MB untuk dapat berbuat lebih baik dan pada setiap kegiatan yang dilakukan dituntut adanya payung hukum dan rambu-rambu yang jelas mengingat SKMB oleh aparat telah dilegitimasi sebagai produk hukum, namun kenyataan yang dihadapi adalah masih belum seragamnya metoda pelaksanaan kegiatan sertifikasi yang dilakukan oleh BP2MB disetiap propinsi, belum adanya tata aturan yang jelas terhadap sistem dan prosedur bagi benih perkebunan Non Bina. Kondisi yang semacam ini merupakan ”bom waktu” yang akan menampar kita (BP2MB) dan pada gilirannya dapat diperiksa sebagi pesakitan oleh aparat dengan mempergunakan UU No12 tahun 1992 yang selama ini menjadi sumber rujukan, dan yang lebih jauh lagi bahwa cita-cita untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sampai mendekati titik optimal sebagaimana potensi produksi yang di claim oleh lembaga penelitian akan semakin jauh dari harapan. Kenyataan telah membuktikan kita (Indonesia) bangga dengan luasan area sawitnya namun malaysia masih leading didalam tingkat produksi per satuan luas dan menguasai 42 % total produksi CPO dunia saat ini.
Akhirnya dituntut kepedulian semua pihak agar kita mampu melakukan perubahan yang terintegrasi dan terencana sehingga manfaatnya akan terasa manis bagi seluruh stake holder yang terlibat didalam pembangunan pertanian (Ir. Eddy Sugiarto).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar