;

Selasa, 30 September 2008

Tim Blog PBT mengucapkan

Selamat Idul Fitri
1 Syawal 1429 H,
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir Dan Batin

Rabu, 24 September 2008

PERILAKU BEBERAPA TEBU VARIETAS ANJURAN


Varietas bina adalah varietas yang secara resmi telah disahkan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Pertanian RI. Baik varietas hasil rakitan sendiri maupun introduksi, melalui sidang komisi Penilai dan Pelepas Varietas, setelah memperoleh dokumen dari Lembaga pengusul, akan memberikan saran dan masukan kepada Badan Benih Nasional untuk usulan pelepasan varietas. Demikian pula tidak terkecuali untuk peredaran varietas tebu di masyarakat.

Setiap varietas memerlukan kondisi tertentu dalam pengelolaan tanamannya. Perilaku yang berbeda-beda antar varietas tersebut perlu dipahami agar potensi keunggulan secara maksimal dapat ditampakkan. Oleh karena itu pemahaman perilaku dan karakter-karakter varietas untuk dikembangkan (data teknis pengembangan) perlu dipahami agar konstribusi varietas unggul baru menjadi kenyataan.

Tulisan ini mengulas beberapa varietas unggul baru yang direkomendasikan untuk segera dapat dikembangkan di tingkat praktisi.

1. Varietas Unggul PS 851

PS 851 merupakan varietas unggul baru yang dilepas Menteri Kehutanan dan Perkebunan (waktu itu) pada tahun 1998. PS 851 sebelumnya dikenal dengan nomor seleksi PS 85-21460, yang merupakan hasil persilangan Ps 57 (varietas unggul yang dilepas P3GI tahun 1985) dengan B 37172 (varietas introduksi dari Barbados, Amerika Latin).

PS 851 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak, diameter sedang, lubang kecil, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah (Juni-Agustus) dengan KDT panjang, kadar sabut sekitar 13%. Mudahnya daun tua diklentek dengan tanaman tegak memberikan tingkat potensi rendemen tinggi. Dalam 5 tahun terakhir (2003-2006) PS 851 telah memberikan konstribusi juara rendemen PG-PG di Jawa. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan pemanjangan batang yang normal. Pada kondisi kekeringan atau sebaliknya kelebihan air yang drainasinya terganggu akan terjadi pemendekan ruas batang. Dari hasil orientasi varietas, PS 851 menunjukkan tingkat adaptasi yang cukup luas di berbagai kondisi jenis tanah dan iklim, namun kurang sesuai pada lahan-lahan dengan drainase terganggu.

Kepekaannya terhadap penyakit bakteriosis, maka pada lahan dengan drainase terganggu akan mudah terserang penyakit tersebut. Akibatnya banyak rumpun mati (saat masuk bulan kering) dan timbul lubang besar dari batang bawah. Pada kondisi terserang bakteriosis, maka keprasannya banyak tidak tumbuh. Pada kondisi sehat, perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak, tetapi setelah terserang bakteriosis perkecambahan kurang baik. Oleh karena ini penyehatan sumber bibit pada PS 851 adalah penting.

Respon terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh bahwa apabila kekurangan N akan mudah berbunga. Oleh karena ini dosis N yang memadai dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini.

2. Varietas Unggul PS 862


PS 862 sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian tahun 1998. PS 862 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak, diameter besar, lubang kecil-sedang, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan KDT terbatas, kadar sabut sekitar 12%. Mudahnya daun tua diklentek dengan tanaman tegak dan serempak memberikan tingkat potensi rendemen tinggi. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan pemanjangan batang yang normal. Pada kondisi kekeringan atau drainasinya terganggu akan terjadi pemendekan ruas batang.

Perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak. Respon terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh bahwa apabila kekurangan N akan mudah berbunga. Oleh karena ini dosis N yang memadai dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini.

Varietas Ps 862 cocok dikembangkan pada tanah ringan sampai geluhan (Regosol, Mediteran, Alluvial). Anakan agak kurang dan sulit membentuk sogolan, oleh karena itu jumlah bibit pada saat tanam agak lebih rapat. Varietas ini memerlukan pengairan yang cukup dan masa tanam awal. Rendemen potensialnya sangat tinggi (12 %) pada awal giling (Mei-Juni), tetapi daya tahan rendemen relatif pendek. Pertumbuhan tegak, mudah klentek daun dan tebu tidak terlalu tinggi.

3. Varietas Unggul PS 863

PS 863 sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-17538 merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian tahun 1998. PS 863 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas relatif serempak, diameter besar, lubang sedang, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan KDT terbatas, kadar sabut sekitar 13%. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan pemanjangan batang yang normal dan cenderung cepat.

Perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak. Respon terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh terhadap kerobohan karena cepatnya pertumbuhan. Oleh karena ini dosis N yang memadai dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini.

Varietas Ps 863 cocok dikembangkan pada lahan yang cukup pengairannya dengan tipe tanah ringan sampai geluhan (Regosol, Mediteran, Alluvial), pada masa tanam awal. Pertumbuhan sangat cepat hingga cenderung roboh. Respon terhadap N yang sangat tinggi, maka pada awal pertumbuhan memerlukan pemupukan yang tepat waktu. Pada saat roboh akan membentuk tunas-tunas sogolan. Lubang batang sedang-besar, mudah klentek daun. Optimal rendemen terjadi pada awal-tengah giling (Mei-Juni), dengan daya tahan sedang.

4. Varietas Unggul PS 864

PS 864 sebelumnya dikenal dengan seri PS 86-10029, merupakan keturunan dari PR 1117 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian pada tahun 2004. Perkecambahan varietas ini adalah sangat baik dengan anakan yang serempak, klentekan mudah. Sifat dasar pembungaan adalah sedikit atau sporadis, tetapi akan menjadi lebat apabila ditanam pada lahan-lahan marginal, terganggu drainasenya dan atau kekurangan pupuk Nitrogen (karena respon terhadap N yang sangat tinggi). Walaupun terjadi pembungaan, karena diikuti munculnya siwil sekitar 3 mata pucuk, maka proses penggabusan akan dihentikan oleh adanya siwilan tersebut. Sehingga walaupun ditebang agak terlambat, PS 864 masih dapat bertahan KDT nya.

Pada lahan–lahan bertekstur ringan sampai berat, PS 864 masih cukup baik pertumbuhannya. Bahkan pada lahan tegalan dimana kondisi kering panjang terjadi, dijumpai keadaan tanaman tinggal 3-5 daun hijau, masih menunjukkan tingkat kelengasan batang yang cukup tinggi. Potensi produksi tebu cukup tinggi dengan rendemen sedikit dibawah PS 851. Tipe kemasakan terdapat kecenderungan pada kelompok tengah lambat. Kadar sabut berkisar 13%.

PS 864 menunjukkan tingkat toleransi kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan PS 851. Untuk daerah tegalan dengan pola tanam awal penghujan varietas ini akan cocok dikembangkan.

5. Varietas Unggul PSBM 901


PSBM 901 secara resmi dilepas tahun 2004 dari nama seri PSBM 90-44. PSBM 901 merupakan keturunan persilangan polycross yang dipanen dari tetua betina (induk) PS 78-127. Keunggulan utama varietas ini adalah cocok untuk tipe lahan Podsolik Merah Kuning, dengan iklim yang relatif basah. Untuk adaptasi di Jawa Timur lebih diarahkan pada lahan geluh pasiran dengan kecukupan air sejak awal pertumbuhan.

Perkecambahan cepat dan baik, jumlah batang rapat, diameter batang sedang sampai besar (2,5 - 3,0 cm), tidak berbunga atau sporadis, serangan penggerek batang dan penggerek pucuk kurang dari 5%, relatif tahan penyakit leaf scorch, sedikit tampak serangan karat daun tetapi lebih rendah dari pada Q 90. Batang umumnya masif dan kadang-kadang ditemukan lubang kecil di tengah batang, kadar sabut 13%, kemasakan awal sampai tengahan.

6. Varietas Unggul PS 921

PS 921 sebelumnya dikenal sebagai seri PS 92-3092, merupakan keturunan dari PS 80-1007 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian pada tahun 2004. PS 921 merupakan varietas yang pertumbuhannya relatif cepat, dengan perkecambahan sedang, jumlah anakan cukup. Varietas ini lebih cocok untuk lahan dengan air cukup memadai. Pada kondisi drainase terganggu tampaknya PS 921 lebih toleran dibandingkan PS 851. Karena kekerasan kulit yang lebih tinggi dibanding varietas PS 851, maka varietas tersebut dikenal pertama kali tidak diminati hama tikus (karena masih tersedia varietas lain yang lebih lunak) walaupun di beberapa tempat juga masih terserang tikus tetapi tidak parah. Kletekan pelepah daun agak sulit, dengan potensi kadar sabut sekitar 16%. Kemasakan mempunyai tipe seperti PS 851 yaitu cenderung tengahan. Varietas ini rentan terhadap penyakit luka api, oleh karena itu untuk daerah endemik dan kekurangan air, maka perlu secara hati-hati mengembangkan varietas ini.

7. Varietas Unggul PS 951

PS 951 sebelumnya dikenal dengan seri PS 95-792, merupakan keturunan persilangan dari BR 913 x PS 60, dan dilepas Menteri Pertanian pada tahun 2004. Perkecambahan atas varietas ini adalah cukup baik, tingkat pertumbuhan cepat dan terus tumbuh walaupun telah berumur lebih dari 8 bulan. Kerapatan batang agak kurang dengan kompensasi diameter besar dan batang yang tinggi, maka bobot tebu juga tinggi. Untuk memanipulasi pertunasan yang kurang tersebut, maka tanam dengan bibit yang lebih banyak sangat dianjurkan (8 mata per meter).

Sangat cocok pada lahan berat (banyak kandungan liatnya), tidak berbunga, hingga mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Oleh karena itu PS 951 cenderung masak tengah lambat dan dapat digunakan sebagai pengganti BZ 148. Walaupun fisiknya seperti PS 77-1553, tetapi kadar sabut varietas ini jauh lebih rendah, yaitu sekitar 14%. agak toleran terhadap gangguan drainase dan kekeringan sehingga dapat dikembangkan untuk lahan-lahan tegalan.

8. Varietas Unggul BULULAWANG (BL)

Varietas BULULAWANG merupakan hasil pemutihan varietas yang ditemukan pertama kali di wilayah Kecamatan Bululawang, Malang Selatan. Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 2004, maka varietas ini dilepas resmi untuk digunakan sebagai benih bina. BL lebih cocok pada lahan-lahan ringan (geluhan/liat berpasir) dengan sistem drainase yang baik dan pemupukan N yang cukup. Sementara itu pada lahan berat dengan drainase terganggu tampak keragaan pertumbuhan tanaman sangat tertekan. BL tampaknya memerlukan lahan dengan kondisi kecukupan air pada kondisi drainase yang baik. Khususnya lahan ringan sampai geluhan lebih disukai varietas ini dari pada pada lahan berat.

BL merupakan varietas yang selalu tumbuh dengan munculnya tunas-tunas baru atau disebut sogolan. Oleh karena itu potensi bobot tebu akan sangat tinggi karena apabila sogolan ikut dipanen akan menambah bobot tebu secara nyata. Melihat munculnya tunas-tunas baru yang terus terjadi walaupun umur tanaman sudah menjelang tebang, maka kategori tingkat kemasakan termasuk tengah-lambat, yaitu baru masak setelah memasuki akhir bulan Juli.

9. Varietas Unggul PSCO 902

PSCO 902 sebelumnya merupakan seri seleksi PSCO 90-2411, merupakan hasil persilangan polycross varietas POJ 2722 pada tahun 1990. Biji hasil persilangan disemaikan dan diseleksi di lahan tegalan wilayah Comal, Jawa Tengah. Sifat perkecambahan dan pertunasannya tergolong sedang dengan diameter berukuran sedang. PSCO 902 cocok dikembangkan pada lahan geluh berpasir (ringan) yang relatif cukup air. Namun demikian tolerasi kekeringannya cukup tinggi. Meskipun sifat pembungaannya tergolong sedang dan sifat kemasakannya tergolong sangat awal dengan potensi rendemen yang tinggi (12%), namun KDT relatif pendek, kadar sabut sekitar 14%. Varietas ini nampaknya sangat cocok untuk dikembangkan di lahan tegalan dan sawah di Jawa dengan daya kepras yang cukup baik.

Berdasarkan hasil-hasil pengujian dan evaluasi terhadap sifat-sifat baiknya, maka varietas PSCO 902 layak untuk dilepas sebagai varietas tebu unggul baru agar dapat segera dikembangkan tipe iklim dan jenis tanah yang cocok yaitu C2 ALU; C2 GRU; C3 MED. Secara spesifik varietas unggul baru ini menunjukkan tingkat pertumbuhan awal yang cepat, pada umur vegetatif maksimum telah menunjukkan kadar gula total (TSAI) yang tinggi dan stabil, sehingga diusulkan secara khusus untuk dapat dikembangkan untuk pertanaman tebu di lahan sawah dan tegalan di Jawa pada sistem produksi bioetanol.

10. Varietas Unggul PSJT 941

PSJT 941 sebelumnya merupakan seri seleksi PSJT94-33 merupakan hasil persilangan polycross BP 1854 pada tahun 1994, sejak dini disemaikan dan diseleksi pada tipologi lahan kering di Jatitujuh Jawa Barat. Hasil pengujian di 23 lokasi, PSJT 941 menunjukkan produktivitas yang cukup baik. Karena daya keprasan sangat baik dan toleransi kekeringan yang tinggi, maka PSJT 941 menunjukkan keunggulan yang sangat nyata di lahan tegalan beriklim kering.

Adaptasi di beberapa lokasi di lahan mediteran sampai pasiran menunjukkan bahwa pertumbuhan awal serempak dan cepat, dengan pertunasan yang cukup rapat, pertumbuhan tegak, diameter sedang sampai besar. Berbunga sedikit sampai sporadis, kadar sabut sekitar 14%, agak sulit diklentek. Tahan terhadap hama penggerek batang dan penggerek pucuk, dan tahan terdap penyakit luka api. Produktivitas tebu cukup tinggi, dengan rendemen lebih rendah dari PS 851 tetapi diatas PS 864, tingkat kemasakan tengahan.

11. Varietas Unggul Kidang Kencana (KK)

Penyebaran varietas tebu PA 198 yang awalnya beradaptasi dan berkembang dusun Kidangkencana, Jawa Barat terus meningkat dan produktivitasnya cukup baik. Dalam waktu relatif singkat bahkan telah mulai diminati oleh para petani di Daerah Istimewa Yogyakarta dan di Jawa Timur. Varietas yang sama juga berkembang di pertanaman petani tebu rakyat wilayah PG Bungamayang Lampung yang dikenal dengan nama BM 96-05, wilayah PT Gunung Madu Plantation Lampung dengan nama GM 25 serta wilayah PG Cintamanis Sumatera Selatan dengan nama CM 47. Karena varietas ini tidak diketahui secara pasti asal usulnya, sehingga dilakukan usulan pemutihan dengan nama Kidang Kencana (KK).

Varietas tebu KK menunjukkan keragaan tanaman yang memuaskan pada lahan geluh-liat (tekstur sedang sampai berat) dengan air cukup tersedia. Sementara itu pada lahan tanpa pengairan, tampaknya KK menunjukkan keragaan yang kurang memuaskan, sehingga kesesuaian tipologi wilayah pengembangannya adalah pada lahan yang tersedia lengas tanah cukup (sawah berpengairan).

Hasil pengamatan secara deskriptif terlihat bahwa pada jenis lahan berat, terlihat keragaan tanaman seragam pertumbuhannya dengan jumlah batang yang rapat. Pertunasan terjadi secara serempak, berbatang tegak, diameter sedang sampai besar. Jarang berbunga, diameter sedang sampai besar, hasil tebu cukup tinggi, rendemen tinggi, kemasakan awal tengah, kadar sabut sekitar 13%.

Pada kondisi kebun yang terganggu drainasenya terjadi pengecilan diameter batang dan pertumbuhan agak terhambat. Sementara itu pada lahan yang kekurangan air akan terjadi pemendekan ruas batang, dan pengaruhnya pada populasi batang pada tanaman keprasannya akan berkurang. Tampaknya varietas tebu KK lebih sesuai untuk lahan Aluvial dan Mediteran dengan kadar liat yang tidak terlalu tinggi dengan pengairan.yang cukup serta tidak terjadi gangguan drainase (Eka Sugiyarta, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan)

Bapak Eka Sugiyarta merupakan peneliti dan ekspert dalam bidang pembibitan dan budidaya komoditas tebu. Untuk berkonsultasi dengan beliau dapat menghubungi P3GI melalui Tlp. 0343-421086, atau via pengelola blog ini.

Selasa, 23 September 2008

BENIH SAWIT BERMUTU VS BENIH SAWIT PALSU

Mengapa kita perlu berhati-hati memilih dan menggunakan benih sawit ? Alasannya jelas! Kualitas benih akan secara signifikan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, penggunaan benih sawit palsu mengakibatkan penurunan produktivitas hingga 50% dari potensi optimal yang dapat dicapai jika menggunakan benih bermutu (Gambar 1).

Gambar 1. Perbandingan Produktivitas Rata-rata

Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan tingkat produktivitas tanamanpada tahun 3 s/d 25, seperti ditunjukkan gambar di bawah (Gambar 2). Puncak produktivitas kelapa sawit dicapai pada tahun 7 s/d 11, dimana untuk benih bermutu puncak produktivitas dapat mencapai 31 ton/ha/tahun sedangkan benih tidak bermutu hanya 15,5 ton/ha/thn.

Gambar 2. Perbandingan Produktivitas Tanaman MT. 3 s/d 23 thn

Kondisi di atas tentunya bakal berdampak terhadap keuntungan ekonomi. Berdasakan analisis yang dilakukan PPKS Medan terhadap kriteria kelayakan usaha, nilai NPV pada pertanaman yang menggunakan benih bermutu mencapai 12, 5 juta (Tabel 1). Sedangkan penggunaan benih palsu nilai NVPnya negatif. Dimana sebuah usaha dikatakan menguntungkan jika nilai NVP-nya > 0.

Disamping itu dilihat dari Payback Periode, penggunaan benih bermutu akan mengalami payback periode hanya dalam jangka waktu 7 tahun, sedangkan benih palsu sama sekali tidak mencapai payback periode hingga akhir umur produktif.

Tabel 1. Perbandingan Kelayakan UsahaSumber. PPKS Medan 2003

Jadi dapat disimpulkan konsekuensi penggunaan benih palsu sangat jelas. Yakni kerugian ekonomi, sehingga pengembangan kelapa sawit yang harusnya menguntungkan malah menjadi investasi yang merugikan.

Oleh sebab itu, maka tidak ada alasan mencoba menggunakan benih yang tidak jelas asal usulnya. Benih bermutu hanya bisa diperoleh langsung dari sumber benih legal dan tidak diperjual belikan melalui orang ketiga. Cara mendapatkannyapun telah mengacu pada mekanisme formal (baca "Tata Cara Mendapatkan Benih Sawit Bermutu").

Benih bermutu tidak akan pernah diperoleh dari perusahaan swasta, atau pihak lainnya lain bukan sumber benih legal. Atau melalui penawaran bebas di internet atau media massa lainnya, menggunakan brosur, atau tenaga marketing (hal ini sering dilakukan penjual benih ilegal).

Persoalan yang dihadapi saat ini untuk memperoleh benih unggul adalah harus“antri” mendapatkannya, baik dari sumber benih dalam maupun luar negeri. Boleh dikatakan untuk mendapatkan benih sawit dari sumber benih memerlukan waktu 9 bulan bahkan lebih.

Namun lebih baik menunggu dari pada coba-coba berspekulasi mendapatkan benih dari pihak ketiga yang tidak jelas asal usulnya. Karena jika berani mencoba, konsekuensinya jelas, kerugian besar serta ketidakmampuan mengembalikan investasi yang cukup mahal.

(Infomasi ini dan info benih sawit lainnya tersedia dalam CD e-file Kelapa Sawit)

SUKSES ASIAN AGRI, PEMERINTAH PERTIMBANGKAN LANJUTKAN PROGRAM PIR


Undang – undang no 18 tahun 2004 tentang perkebunan telah mengamanatkan, perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuhnya adalah ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan

Berangkat dari konsep inilah dan dalam rangka mewujudkannya sesuai dengan potensi yang dimiliki Riau, maka pembangunan perkebunan, termasuk sub sector kelapa sawit lebih didasarkan kepada kondisi alam dan potensi, serta peluang yang dimiliki Riau.hal ini disampaikan oleh Gubernur Riau, H. M Rusli Zainal SE.MP dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Akmal JS.

Didukung oleh pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sebanyak 126 unit, Pabrik Minyak Kelapa (PMK) sebanyak 14 unit, pabrik crumb rubber (karet) sebanyak 14 unit dan pabrik kakao sebanyak 2 unit. Dan ini menyebabkan peningkatan pada pajak bumi dan bangunan untuk subsektor perkebunan, pada tahun 2006 mencapai Rp. 64,14 milyar dan pada tahun 2007 menjadi Rp. 72,78 milyar dengan luasan 1.1 juta hektar.

Gubernur berharap guna mendorong usaha perkebunan terutama perkebunan sawit di Riau, karena negeri ini sangat potensial untuk mengembangkan jenis tanaman meminta kepada Menteri agar mengkoordinir pengelolaan bidang perkebunan ini.

Sementara itu Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan pemerintah tengah mempertimbangkan untuk meneruskan Program PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Transmigrasi, menyusul suksesnya program tersebut disejumlah perusahaan swasta nasional, salah satunya Asian Agri (AA) Grup.

“Alhamdullilah, ternyata program seperti ini (PIR Trans) bermanfaat bagi masyarakat. Jadi kami akan pikirkan program baru dan senafas dengan yang sekarang telah berjalan dengan baik “ ujar Mentan saat berdialog dengan petani binaan Asian Agri dikebun Buatan, Kabupaten Siak, Riau, Selasa (20/5) lalu.

Dikatakannya, Departemen Pertanian akan segera berkoordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) selaku instansi yang juga terkait langsung dengan Program PIR Trans , “ Kami akan melanjutkannya dan merumuskan program seperti ini agar semakin baik “, ujar Anton.

Secara khusus Mentan Anton Apriantono memuji langkah Asian Agri Grup yang berhasil mengembangkan pola kemitraan dengan petani melalui pola kemitraan dengan petani melalui pola plasma dan KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). Keberhasilan PIR Trans khususnya petani yang dibina oleh Asian Agri menurut Mentan, jauh lebih baik dari petani sawah di pulau Jawa.

Saat ini Asian Agri Grup membina lebih dari 27 ribu Kepala Keluarga (KK) petani di Provinsi Riau dan Jambi, dari total areal lahan kelapa sawit seluas lebih kurang 150 ribu hektar, sepertiganya atau sekitar 50 ribu hektar adalah milik petani PIR Trans dan KKPA.

Salah seorang petani binaan Asian Agri, Parjan bercerita kepada Tabloid Plasma, hidupnya drastis berubah setelah bermitra dengan Asian Agri, dahulunya ia bekerja serabutan, kadang jadi kuli dan supir di kampung halamannya, tetapi setelah dia mengikuti program PIR Trans, sekarang ia memiliki beberap hektar kebun kelapa sawit yang dijadikannya sebagai sumber penghidupan dan dari hasil kebunnya ini ia mampu menyekolahkan anak – anaknya membeli mobil dan rumah.

Berkaca dari keberhasilan dirinya dan rekan sesama petani PIR Trans Asian Agri, Parjan berharap pemerintah pemerintah kembali mengulirkan program serupa PIR Transmigrasi. “ Saya ingin rakyat dipulau Jawa hidupnya juga makmur dan sama beruntungnya dengan kami – kami di Riau ini ” katanya.

Keinginan dan harapan Parjan dan rekan – rekan itu ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, Menteri Pertanian mengaku akan segera meresponya, “ Terimakasih atas usulan yang bagus ini, kita sudah tampung semua masukan dari bapak – bapak petani sawit, “ ujar Anton.

(Tulisan ini dikutip dari majalah media perkebunan. Untuk berlangganan klik disini)

Minggu, 21 September 2008

SEKILAS TENTANG TATA NIAGA NILAM

Dibawah ini merupakan gambaran umum rantai tata niaga nilam di wilayah Sumatera dan Jawa.


Sumber: Dewan Minyak Atsiri Indonesia

KIAT PERBANYAKAN TANAMAN NILAM


Perbanyakan tanaman nulam dapat dilakukan dengan stek batang atau stek cabang yang langsung di tanam di kebun atau disemaikan dulu. Penanaman stek langsung di lapangan memerlukan bahan stek yang banyak dan pertumbuhan tanaman sering kurang baik serta kemungkinan stek mati lebih banyak. Oleh karena itu bahan stek yang langsung ditanam di kebun hendaknya diambil dari cabang yang masih muda tetapi telah agak berkayu dan dipotong sekitar 30-45 cm atau stek agak panjang 1 m.

Penanaman sebaiknya pada awal musim hujan dengan membenamkan 3 ruas di bawah permukaan tanah. Biasanya stek yang langsung ditanam di lapangan disarankan menggunakan 2-3 stek setiap lubang tanam.

Tentu cara tersebut kurang efisien dan efektif dalam hal penggunaan bahan tanaman oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bahan dan mendapatkan pertumbuhan yang baik di lapang dianjurkan bahan stek disemaikan terlebih dahulu. Bahan stek tanaman yang akan disemai dapat diambil dari cabang pangkal, tengah dan pucuk. Setelah dipotong-potong dengan panjang 20-30 cm, jika menggunakan bak-bak pesemaian maka jarak tanam stek 1- x 10 cm dab ditanam miring 400.

Stek nilam membutuhkan media yang tidak mudah memadat dengan aerasi yang baik sehingga optimal un tuk pertumbuhan. Penyemaian biasanya digunakan bak-bak yang menggunakan media pasir atau berisi tanam campur pasir 2:1, sedangkan media pada fase pembibitan menggunakan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan volume 5:1. Media ini dapat dimasukkan dalam kantong plastik hitam yang berlubang, dengan berat + 4 kg/kantong. Bak-bak penyemaian dan tempat pembibitan ditempatkan di bawah rumah atap sehingga dapat terhindar dari terpaan hujan dan sinar matahari secara langsung.

Dalam upaya memacu pertumbuhan tanaman dipersemaian/pembibitan penggunaan pupuk daun dan zat pengatur tumbuh merupakan pendekatan pengelolaan tanaman nilam yang dapat ditempuh. Penggunaan pupuk daun yang mengandung unsur hara makro dan mikro terbukti efektif memacu pertumbuhan tanaman di pembibitan. Atau menggunakan pupuk organik semacam organo-triba.

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang dalam konsentrasi rendah dapat merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk menghasilkan bahan tanam yang lebih baik, selain penggunaan zat pengatur tumbuh, juga dapat dilakukan dengan manipulasi fisik bahan tanam, seperti cara pemotongan stek dengan ragam bentuk torehan. Stek yang diberi zat pengatur tumbuh Rootone F dalam bentuk bubuk yang dikombinasikan dengan pemotongan miring 450 ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan stek nilam (Sumber: Direktorat Perbenihan & S. Produksi).

Sabtu, 20 September 2008

SEJARAH KELAPA SAWIT INDONESIA


Saat ini, kelapa sawit sangat penting peranannya bagi perekonomian Indonesia. Sebagai komoditas strategis dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri dan penghasil devisa terbesar diluar migas. Sungguhpun tanaman ini sangat cocok tumbuh dan berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia, tapi kelapa sawit bukanlah tanaman asli berasal dari Indonesia. Tanaman ini baru ditanam secara komersial sekitar tahun 1911.

Meskipun demikian, perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat atau desa di Jawa sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848, ketika itu ditanam di Kebun Raya Bogor. Dalam bahasa Jawa Kawi “sawit” artinya sidhakep (kalung). Nama lain dalam bahasa Jawa adalah kelapa sewu dan dalam bahasa sunda sering disebut sebagai salak minyak atau kelapa ciung.

Kebun kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur dan di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatera-RCMA, Sumatera Utara. Kemudian oleh Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput Cultuur Mij, Mapoli, Tanjung Genteng oleh Palmbomen Cultuur Mij, Madang Ara Cultuur Mij, Deli Muda oleh Huilleries de Deli, dan lain-lain. Semua perkebunan tersebut berlokasi di Sumatera Utara. Sampai tahun 1915, luas arealnya baru mencapai 2.715 ha yang ditanam bersamaan dengan kultura lainnya seperti kopi, karet, kelapa dan tembakau.

Pada tahun 1916 sudah ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 perusahaan di Jawa. Kemudian pada tahun 1920, sudah ada sebanyak 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Sumatera Timur, 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yaitu Taba Pingin dekat Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat sekitar 66 perkebunan dengan luas areal sekitar 100.000 ha. Maskapai utama yang tercatat adalah HVA, RCMA, Socfindo, Asahan Cultuur Mij, LCB Mayang, Deli Mij dan Sungai Liput Cultuur Mij.

Masa penjajahan Jepang merupakan masa suram bagi perkemabangan perkebunan di Indonesia, dimana ekspor terhenti. Dan banyak kebun kelapa sawit diganti dengan tanaman pangan dan pabrik-pabrik tidak berjalan. Pada tahun 1947 kebun-kebun tersebut dikembalikan kepada pemiliknya semula. Setelah diinventarisir hanya 47 kebun saja yang dapat dibangun kembali dari 66 kebun sebelumnya. Beberapa kebun mengalami kehancuran total seperti Taba Pingin dan Oud Wassenar di Sumatera Selatan.Ophir di Sumatera Barat, Karang Inou di Aceh dan beberapa kebun di Riau.

Karena berbagai gangguan keamanan dan pergolakan politik waktu itu, maka upaya merehabilitasi oleh pemiliknya tidak banyak membawa hasil. Hal ini terlihat dari luas areal yang tidak bertambah. Sampai tahun 1957, luas areal kelapa sawit hanya 103.000 ha dengan produksi 160.000 ton minyak sawit. Berarti produktivitas per ha yang sangat rendah, hanya 1,9 ton, padahal sebelum perang, produktivitas sudah mencapai 3 ton.

Periode 1957 s/d 1968 merupakan era baru dalam perkembangan usha perkebunan. Dalam periode ini terjadi beberapa kejadian penting antara lain, 1) ambil alih atau nasionalisasi perusahaan perkebunan Belanda oleh pemerintah pada 10 Desember 1957. Hal ini dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.229/UM/1957. Kemudian diikuti ambil alih perusahaan milik pengusaha Inggris, Perancis, Belgia, Amerika, dll. Namun kemudian dikembalikan lagi pada tanggal 19 Desember 1967. 2) Reorganisasi perusahaan perkebunan negara (PNP/PTP) yaitu pada tahun 1957 – 1960 dengan pembentukan PPN Baru disamping PPN Lama yang sudah ada sebelumnya. Keduanya digabung pada tahun 1961-1962. Selanjutnya dibentuk organisasi baru berdasarkan komoditas seperti karet, aneka tanaman, tembakau, gula, dan serat. Hal ini berjalan sejak tahun 1963 sampai dengan 1968.

Masa ini adalah masa sulit, karena kultur teknis dan manajemen perkebunan kurang terkendali sebagai akibat suramnya perekonomian nasional dan pergolakan politik. Dan dengan pulihnya masalah keamanan dan politik setelah penumpasan G-30-S PKI serta munculnya kembali semangat membangun dari para pelaksana di lapangan (planters) banyak mengundan perhatian investor asing seperti Bank Dunia, ADB dan lain-lain untuk membantu pembangunan dan pengembangan kebun.

Program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang dimulai tahun 1968 telah banyak membawa kemajuan. Pembukaan areal baru diluar areal tradisionil (Sumut, Aceh da Lampung) terus terjadi. Upaya pengembangan perkebunan besar swasta yang banyak terlantar terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Dengan menyediakan fasilitas kredit dari Bank, mulai dilancarkan Program Pengembangan Perkebunan Besar Swasta Nasional Tahap I tahun 1977-1981 (PBSN I). PBSN II mulai 1981 s.d 1986 dan PBSN III mulai 1986 s.d 1989. Program ini berjalan cukup baik, disamping diversifikasi pengolahan (industri hilir) juga berkembang, sehingga bukan saja CPO yang dihasilkan tetapi juga produk lainnya seperti RBD Olein, Crude Stearin, Fatty Acid, dll.

Sementara itu, masyarakat tani mendapat kesempatan untuk mengelola perkebunan kelapa sawit melalui program Perusahaan Inti Rakyat (PIR-Bun). Dalam sistim PIR, perusahaan perkebunan besar sebagai inti ditugaskan untuk membangun dan memasarkan hasil kebun petani plasma. Sedangkan petani plasma harus mengelola kebunnya dengan baik dan memasarkan hasilnya melalui perusahaan inti.

Melihat perkembangan dan prospek kelapa sawit yang menjanjikan, saat ini usaha perkebunan kelapa sawit banyak diminati oleh investor. Masyarakat, terutama disekitar lokasi perkebunan, dengan swadaya sendiri juga semakin banyak yang mengusahakan kelapa sawit. Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menyediakan lapangan kerja, sejak tahun 2006 telah mencanangkan Program Revitalisasi Perkebunan, dimana kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang masuk didalam program revitalisasi tersebut. Perkembangan kelapa sawit yang konsisten dan berkelanjutan akan menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit nomor satu di dunia. (Sumber : Media Perkebunan Cyber)

Minggu, 14 September 2008

BIO-ORGANIC SOIL TREATMENT UNTUK KELAPA SAWIT


Pupuk Bio-Organic Soil Treatment ini adalah pupuk organik yang terbuat dari bahan organik dan bahan alam yang sudah diperkenalkan di dunia sejak dejak decade 80-an. Pengolahan pupuk ini menggunakan Bio-Triba, sehingga bersifat mengembalikan daya dukung tanah (soil regenerator) dan berdasarkan konsep memperbaiki tanah dan kemudian tanah memberikan makanan kepada tanaman.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment terbuat dari humus, peat surface bog, tepung fosil, protein alami dan mikroba multi strain (Bio-Triba). Sehingga Pupuk Organic Soil Treatment bukan hanya sekedar pupuk organik biasa, tetapi lebih dari hanya dari sekedar soil conditioner.

Penggunaan pupuk ini memberikan manfat lebih karena , pupuk ini tidak beracun, dapat dipergunakan dalam setiap musim, memberikan keseimbangan pada pH tanah, memperbaiki sifat fisik tanah, dan memberikan kehidupan tanah kembali melalui asupan mikroorganisme, humus dan protein.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment berfungsi meningkatkan kemampuan tanah untuk penyerap hara dan air, sehingga mengurangi terjadinya leaching, pnguapan dan proses penjerapan. Aktivitas mikroba membantu terbentuknya enzim/hormon yang akan merangsang pertumbuhan akar tanaman. Aktivitas mikroba juga dapat membantu menguraikan unsur-unsur hara yang terikat kuat/terjerap, serta secara langsung (non-simbiotik) mampu mengambil N dari udara bebas.

Penggunaan Pupuk Organic soil treatment pada pembibitan utama kelapa sawit menunjukan bahwa penggunaan dosis 50 gram/polibag + 25% pupuk standard umum memberikan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan bibit, hal ini terlihat dari pembesaran diameter batang, tinggi tanaman, serta penggunaan OST dapat menekan biaya pemupukan mencapai 50% dibandingkan dengan biaya umum bila digunakan baku pemupukan (Bulletin Pusat Penelitian perkebunan Marihat, Vol 11 – No. 1, 1991).

Hal ini juga pernah dilaporkan oleh PT. Salim Indoplantation pada tahun 1993, menyimpulkan bahwa penggunaan Organic Soil Treatment pada pembibitan Utama memberikan hasil pertumbuhan bibit yang tidak kalah dengan penggunaan pupuk baku dan dapat mengurangi dosis pupuk baku sebesar 50%.

Sementara penggunaan Organic Soil Treatment pada tanaman belum menghasilkan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, pada tahun 1993-1995 melaporkan bahwa penggunaan pupuk OST 500 gram/tanaman/tahun yang dikombinasikan dengan pupuk stadndar 50% memberikan hasil pertumbuhan tanaman lebih baik dari pemupukan standar untuk Luas permukaan daun dan pertambahan jumlah pelepah.

Penggunaan OST pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan oleh Incasi Raya Group pada tahun 1997 memberikan hasil bahwa penggunaan OST dengan dosis 900 gram/pohon/selama di TBM ditambah 50% pupuk standard lebih baik dibandingkan dengan penggunaan 100% pupuk umum, dan memberikan penghematan biaya pemupukan sebesar 33.20%.

Penggunaan Organic Soil Treatment dengan dosis 250-500 gram/pohon pada tanaman kelapa sawit menghasilkan yang dikombinasikan dengan pupuk standar 50% menghasilkan produksi tanaman meningkat 35-57% dan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 23,65-40,00% .

Penggunaan diSP2 Bio-Organic Soil Treatment (BIOST) Plasma PT. Sari Lembah Subur UKUI, Desa Banjar Panjang pada tahun 2004 produksi meningkat 12.70%-22.50% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi dari 651-953 Ton meningkat menjadi 734-1.058 Ton/Tahun.

Penggunaan BioOrganic Soil Treatment (BIOST) dari tahun 2003 sampai dengan 2005 memberikan peningkatan produksi yang signifikan di Plasma SP1 kebun Duta Surya Pratama, Kalimantan Barat dari produksi sekitar 650-750 Ton/bulan di Tahun 2003 menjadi 1200-1300 Ton/bulan di tahun 2005.

Penggunaan Bioorganic Soil Treatment (BIOST ) dilaporkan dapat mengurangi masa trek pada tanaman sawit dan karet.

Penggunaan Organic Soil Treatment dapat juga digunakan untuk tanaman padi, kentang, cabe, coklat, kopi, karet dan lainnya.

Spesisikasi Pupuk Bio-organic Soil Treatment mengandungan C-Organik 12-20%, N-Total 1.2-2.3%, P2O5-Total 2,0-3,0%; K2O 1,5-2,2%; MgO 0,8 – 1,2%; CaO 4,0 – 5,0% dan mengandung unsuremikro seperti Boron, Fe, Zn, Mn dan Cu.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment ini mengandung mikroba : Azotobacter, sp., Aspergillus, sp., Bacillus, sp., Tricoderma dan lain-lain.

Dosis Penggunaan Pupuk Bio Organic Soil Treatment (BIOST) adalah :

Pembibitan Utama :
75-100 gram/polibag, Pupuk BIOST diberikan pada awal penanaman bibit.

Tanaman Belum Menghasilkan :
TBM 1 dosis 150-250 gram/pohon/thn
TBM 2 dosis 250-400 gram/pohon/thn
TBM 3 dosis 400-600 gram/pohon/thn

Tanaman Menghasilkan :
TM < 7 Thn dosis 500 – 1000 gram/phn/thn
TM > 7 Thn dosis 600 – 1200 gram/phn/thn

(Sumber: Bio-Fob)

Jumat, 12 September 2008

TEKNOLOGI TUMPANG SARI KARET DENGAN NILAM ALA KOTAWARINGIN TIMUR


Umumnya petani karet menunggu selama 5 s/d 6 tahun untuk menikmati keuntungan pertanamannya. Namun berbeda dengan petani di Kotawaringin Timur melalui inovasi penanaman karetnya.

Jika petani karet biasanya menutup areal pertanaman karetnya dengan tanaman kacang-kacangan (cover crop), yang kurang bernilai ekonomi, maka petani di Kabupaten yang berada di Propinsi Kalimantan Tengah malah memilih menanam nilam.

Tidak dipungkiri, nilam merupakan salah satu tanaman perkebunan bernilai ekonomi tinggi. Prospek ekspor komoditi ini masih cukup besar, seiring semakin tingginya permintaan terhadap parfum/kosmetika.

Dapat dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fiksasi (Agroindo, 2008).

Tanaman nilam, oleh petani, ditanam di sela-sela tanaman karet hingga berumur 3 tahun. Dan 6 bulan setelah menggarap dan menanam bibit nilam, petani di Kotawaring Timur sudah bisa menghitung lembaran uang dari penjualan nilam.

Bibit nilam bermutu juga tidak sulit diperoleh. Petani Kotawaringin Timur mendapatkannya dari Balittro Bogor dengan jenis varietas Sidikalang. Sedangkan bibit karet, petani menggunakan klon-klon unggul penangkar.

Trik Tumpang Sari Karet-Nilam
Petani melaksanakan pembersihan lahan untuk menanam bibit karet yang dengan jarak tanam 4 meter x 6 meter. Lahan yang sudah bersih diberi ajir sesuai dengan jarak tanam.

Kemudian dibuat lobang dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Setelah lahan dibersihkan dari bibit karet ditanam, lalu dilaksanakan penanaman nilam disela-sela tanaman karet dengan jarak tanam 1 meter x 1 meter. Setelah ditanam bibit karet maupun bibit nilam diberi kapur sebanyak 100 gram untuk setiap lobang tanam.

Pada tanaman nilam diberikan pupuk organo triba . Setelah tanaman nilam berumur satu bulan dilaksanakan penyiangan dan pembubunan.

Untuk mencegah serangan hama tanaman disemprot dengan pestisida alami yang dibuat menggunakan EM-4. Untuk daerah-daerah yang berdekatan dengan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat menggunakan kompos yang berasal dari jajang kosong kelapa sawit yang sudah dipotong-potong dan difermentasi.

Mari Menikmati Hasil
Panen nilam pertama dilakukan enam bulan setelah tanam, panen berikutnya dilakukan setiap 3 bulan. Coba kita perhatikan keuntungan yang diperoleh petani.

Dengan asumsi petani menanam sebanyak 10.000 tanaman per hektar dan setiap pohon menghasilkan 1 kg daun basah, maka petani mendapatkan 10.000 kg setiap kali panen.

Jika daun basah di tingkat pengumpul adalah Rp. 1.300,- per kg maka penghasilan petani mencapai Rp. 13.000.000 setiap kali panen untuk luas tanaman 1 ha. Bukankah penghasilan sampingan yang cukup menggiurkan.

Keuntungan akan lebih menarik jika petani menjual dalam bentuk minyak nilam. Maka keuntungan pertanaman nilam selama 3 tahun sama mensejahterakan dengan hasil tanaman karet itu sendiri.

Tentunya inovasi petani ala Kotawaringin Timur ini layak juga ditiru, khusus di wilayah pengembangan karet lainnya. Bukannya tidak mungkin petani karet di wilayah tersebut bisa terimbas keuntungan seperti dirasakan petani Kotawaringin Timur. Dengan menerapkan inovasi ala petani Kotawaringin Timur.

(Untuk konsultasi hubungi Bapak Ir. Ichlas Semeta , Konsultan Budidaya Karet-Nilam, Dinas Perkebunan Kabupaten Kotawaringin atau melalui pengelola blog ini)

Kamis, 11 September 2008

DAFTAR HARGA KECAMBAH KELAPA SAWIT


Variasi harga kecambah untuk masing-masing sumber benih berhubungan dengan jenis varietasnya.

Data ini dan informasi benih kelapa sawit lainnya tersedia dalam paket e-file benih kelapa sawit.

Selasa, 09 September 2008

PEMASANGAN IKLAN DI BLOG PENGAWAS BENIH TANAMAN

Kami membuka kesempatan bagi rekan-rekan yang ingin memasang iklan produk atau tulisan advertorial di blog ini. Adapun biaya pemasangan iklan adalah sebagai berikut


Untuk pemasangan iklan silahkan menghubungi pengelola blog ini di no. 085925077652 a.n. Hendra Sipayung.

SEKILAS TENTANG PERBENIHAN NILAM


Nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri terpenting dengan sentra produksi NAD, Sumut, Sumbar, Jambi, Kalsel, Kalteng.

Pada tahun 2007 yang lalu telah dibangun kebun bibit di NAD (Kab. Aceh Selatan), Jambi (Kab. Merangin), Kalteng dan Jabar (Kab. Ciamis). Sedangkan untuk tahun 2008 ini, pembangunan kebun bibit 5 ha dilaksanakan di Sumut (Kab. PakPak) Perbanyakan tanaman nilam dilakukan dengan stek. Dan hingga saat ini varietas yang sudah dilepas sebanyak 3 (tiga) yaitu : Sidikalang, Lokseumawe dan Tapak Tuan.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dan dipedomani dalam pembangunan kebun penangkar benih nilam adalah sebagai berikut :

Penetapan lokasi kebun penangkar
Sebaiknya tidak terlalu jauh dengan lokasi pertanaman atau lokasi pengembangan, draenase baik, mempunyai sumber air serta tidak mongering diwaktu musim kemerau ,lahan banyak mengandung bahan organic, akses jalan mudah dilalui kendaraan roda empat, selama 3 tahun tidak diusahakan tanaman nilam atau sejenisnya misalnya tomat, kentang, cabe, bebas dari gangguan ternak atau hewan liar.

Pembibitan
Bahan tanaman (setek) menggunakan varietas unggul, dari sumber benih yang jelas, bebas hama dan penyakit, kekar dengan daun yang segar, perbanyakan dengan cara vegetatip melalui setek batang/cabang yang sudah mengayu, tidak terlalu muda, disemai didalam polibag, umur 3 – 4 munggu tanaman sudah mempunyai cukup akar.

Pengawasan mutu benih
Sebelum kebun benih digunakan sebagai sumber bahan tanaman dilakukan sertifikasi oleh BP2MB/UPTD yang membidangi perbenihan /IP2MB setempat. Pemurnian dilakukan oleh petugas pengewas benih setempat dan apabila memungkinkan dilakukan bersama-sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro).

Minggu, 07 September 2008

STANDAR PANEN DAN PROSESING BENIH KAPAS

Panen dilakukan secara bertahap, dimulai jika 5 – 6 bol sudah merekah sempurna. Dimana Panen dilakukan pada siang hari yang cerah atau setelah jam 8 pagi untuk memberikan kesempatan menguapnya sisa-sisa embun yang menempel pada kapas berbiji.

Buah-buah yang tidak merekah sempurna dipisahkan dan tidak diikutkan dalam prosesing benih. Yang digunakan untuk benih adalah buah-buah yang berasal dari cabang generatif ke 2 sampai ke 8

Prosesing benih
Sebelum ginning, kapas berbiji hasil panen dijemur selama 2 – 3 hari, sehingga kadar air mencapai 7 – 9 % (biji jadi keras atau apabila biji digigit menghasilkan bunyi nyaring). Untuk menjaga kemurnian varietas, ginning kapas berbiji untuk calon benih harus didahulukan dan tidak boleh dilakukan bersamaan dengan kapas berbiji untuk produksi serat.

Biji kapas berkabu-kabu yang dihasilkan dari proses ginning serat 2 bal pertama tidak digunakan sebagai sumber benih. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi dengan sisa-sisa biji yang tersisa dalam mesin ginning dari prosesing mesin sebelumnya.

Setelah diperoleh serat 2 bal pertama sebaiknya mesin diberhentikan dulu untuk dilakukan pemeriksaan keutuhan benih yang dihasilkan. Apabila dari pengamatan keutuhan benih menunjukkan tingkat kerusakan benih akibat terpotong mesin ginning yang tinggi, maka kecepatan mesin untuk proses selanjutnya diturunkan.

Misalnya, apabila setting kecepatan awal mesin ginning adalah 10 bal per jam dan ditemukan kerusakan biji benih lebih dari 5 %, maka dilakukan re-setting atau perubahan kecepatan mesin menjadi 6 bal per jam. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut sampai diperoleh tingkat kerusakan yang rendah.

Benih berkabu-kabu yang keluar dari mesin ginning selanjutnya dijemur kembali dan dikirim ke unit prosesing acid delinting.

Acid delinting (sistim basah).
Acid delinting adalah membersihkan serat-serat pendek atau kabu-kabu yang melekat pada kulit biji kapas dengan menggunakan asam sulfat pekat (H2SO4).

Sebelum dilakukan acid delinting, benih berkabu-kabu harus dipastikan bahwa daya kecambah awalnya > 80 %. Benih kabu-kabu sebanyak 20 kg dimasukkan kedalam drum baja mesin delinter.

Tambahkan kedalam drum sebanyak 2,5 liter asam sulfat pekat (98 %). Mesin/drum diputar dengan kecepatan 20 rpm selama 3 - 4 menit.

Setelah itu tambahkan 10 liter air kedalam drum, dan diputar kembali selama 1 menit. Selanjutnya benih didalam drum dimasukan kedalam bak berisi larutan kapur konsentrasi 10 gram kapur/liter air untuk menetralisir asam dan mesin diputar kembali selama 1 menit.

Kemudian benih dikeluarkan dari dalam drum dan ditempatkan dalam bak plastik yang telah dilubang-lubangi. Kemudian benih dicuci/dibilas kembali dengan air bersih yang mengalir, sampai tidak ada sisa asam yang masih menempel pada kulit biji. Benih dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau menggunakan mesin pengering sampai kadar air mencapai 7 - 9 %

Sortasi benih
Sortasi benih adalah memisahkan/membuang biji-biji yang tidak bernas/muda dan rusak karena serangan hama atau kerusakan mekanis.

Adapun cara yang dilakukan dengan membuang biji yang terapung pada saat pencucian/pembilasan. Memisahkan atau dengan menggunakan alat ”tampi” dari anyaman bambu. Biji yang rusak akibat hama atau mekanis dibuang dengan tangan. Dan benih yang bernas dan utuh kemudian dicampur dengan fungisida Dithane M 45 atau sejenisnya dengan dosis 2 gram / 1 kg benih dan dikemas dalam kantong plastik dengan volume 1 kg benih

Jumat, 05 September 2008

PT. TUNGGAL YUNUS TINGKATKAN PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT


PT. Tunggal Yunus akan meningkatkan potensi produksi kecambahnya. Pada tahun 2009 ini ditarget potensi produksi kecambah dapat mencapai 20.000.000 butir. Hal ini diwujudkan dengan menambah pohon induk yang di aktifkan sebanyak 1.002 pohon, sehingga jumlah pohon induk aktif saat ini sebanyak 2.502. Sedangkan berdasarkan SK penetapan sumber benih pada tahun 2004 disebutkan jumlah pohon induk dimiliki oleh PT. Tunggal Yunus adalah sebanyak 23.000 pohon, dan diaktifkan hanya 1.500 pohon dengan jumlah produksi 12.000.000 kecambah.

Untuk mendukung upaya tersebut, PT. Tunggal Yunus juga akan memperluas unit processingnya. Mengingat kapasitas prosessing benih yang ada saat ini hanya mampu memproduksi kecambah 1.000.000 butir / bulan maka pada tahun 2009 unit processing akan diperluas sehingga mampu memproduksi kecambah sebanyak 1.500.000/ bulan atau 18.000.000 butir / tahun.

PT.Tunggal Yunus Estate - Oil Palm Research Station merupakan salah satu produsen benih kelapa sawit di Indonesia. yang telah ikut serta mewujudkan pembangunan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi yaitu dengan menyediakan benih bermutu secara berkelanjutan.

Kebun benih kelapa sawit “Oil Palm Research Station (OPRS)” Topaz-Riau telah mulai dirintis sejak tahun 1992 dengan seleksi dan persilangan pohon induk di Costa Rica. Selanjutnya, pohon induk yang dihasilkan ditanam di kebun Topaz pada tahun 1995 sejumlah lebih dari 23.000 pohon dura Deli, dan lebih 2.000 pohon pisifera dari 36 projeni TxP dan 36 klon pisifera.

Kamis, 04 September 2008

INDONESIA TIDAK MAU KENAIKAN PRODUKSI SAWIT DARI PERLUASAN LAHAN

Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani menyatakan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2007-2008 ini sangat pesat. “Kalau LSM tahu mereka pasti kaget. Tahun 2007 perluasan areal mencapai 800.000 ha sedang tahun 2008 mencapai 1 juta ha. Data resmi masih menunjukkan luas perkebunan kelapa sawit mencapai 6,7 juta ha, tetapi diperkirakan saat ini sudah mencapai 8 juta ha. Tahun ini akan diadakan sensus khusus untuk mengetahui secara persis luas lahan kebun kelapa sawit” katanya. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai produsen nomor satu juga luas lahannya paling luas.

Meskipun areal yang potensial masih luas tetapi harus dijaga jangan sampai kenaikan produksi didapat dari perluasan lahan terus menerus. “Perluasan cukup 9 juta ha saja. Setelah itu kenaikan produksi dilakukan dengan kemampuan koleksi dan breeding sehingga bisa dihasilkan benih sawit dengan produksi yang tinggi, dua kali lipat dari produksi sekarang. Beberapa daerah seperti Sumut sudah waktunya diganti.

Kalau hal ini bisa dilakukan maka sawit asal Indonesia bebas dari desakan LSM karena tidak merambah sampai masuk hutan lindung atau areal lainnya. Sawit dari kebun seperti ini bisa dipasarakan ke mana saja sehingga tidak perlu diklaim sawit bermasalah. Selama ini karena data lahan yang tidak jelas sering pembangunan kebun baru menjadi areal yang bermasalah.
Indonesia tidak boleh kalah dengan Kostarika yang mampu menghasilkan 40-50 ton TBS/ha dengan daya hidup sampai 40 tahun.

Bandingkan dengan Indonesia yang baru 14 ton CPO dengan daya hidup 25 tahun. Pemuliaan harus dapat menghasilkan pohon yang lebih pendek, pelepah lebih pendek sehingga per ha lebih banyak dan mudahkan panen. Kalau peremajaan sudah bisa menggunakan benih seperti ini maka perluasan lahan sama sekali tidak diperlukan lagi.

Melihat hal ini maka jadi kepentingan bersama Indonesia sebagai negara dengan produksi kelapa sawit terbesar dan luas lahan terluas untuk punya kebun plasma sendiri. “Masa Negara sawit terbesar kebun plasmanya tidak ada yang dimiliki bersama. Kita hanya punya plasma nutfah di masing-masing kebun dan kebun raya.

Masa tidak bisa membangun kebun plama nutfah. Membangun kebun plasma nutfah ini merupakan tugas pemerintah dan Mentan setuju ada anggaran tahun 2009 untuk membangun kebun ini. Bupati Sijunjung sudah menyerahkan lahan 1000 ha secara cuma-cuma. Targetnya Juni 2009 sudah ditanam 100 ha. Pengusaha-pengusaha benih kelapa sawit menyerahkan koleksi plasma nuftahnya pada kebun ini. Selain itu juga untuk mendapatkan sumber yang beragam mereka sudah ekspedisi ke Kamerun dan mendapatkan 103 aksesi yang akan ditanam di kebun plasma nutfah ini.

Perusahaan benih sawit di Indonesia yang saat ini tercatat 8 perusahaan sekarang kewalahan menghadapi tinggi kebutuhan benih kelapa sawit. Kebutuhan benih tahun 2007 mencapai 210 juta sedang tahun 2008 230 juta benih. Kemampuan 8 perusahaan pembenihan mencapai 176 juta benih sehingga Indonesia merupakan negara terbesar di dunia produsen benih sawit.

Malaysia sendiri hanya 60 juta benih sawit, Kostarika 40 juta benih sawit dan Papua New Guinea 26 juta benih sawit. Masalahnya dengan tingginya kebutuhan Indonesia selain merupakan produsen benih sawit terbesar juga istimewanya importir benih sawit terbesar tahun 2007 impor mencapai 30 juta benih sedang tahun ini diperkirakan 40 juta benih.

Bisnis benih kelapa sawit ini bisnis yang tidak irasional, semakin mahal harganya semakin cepat terjual, sedang yang agak murah lambat terjual Harganya sekarang berkisar antara Rp4000-10.000 (USD1,2)/benih. Benih dengan harga Rp10.000 sudah habis terpesan sampai tahun 2009 sedang yang harganya Rp4000 masih ada stok.

Harga benih impor sendiri mencapai USD1,5/benih. Khusus untuk benih dari Kostarika harus diinapkan dulu selama 3-4 hari di Miami dan disana diberi perlakukan ulang dan dipackaging diganti lagi sehingga identitas benihnya bukan lagi berasal dari Kostarika dan harus menggunakan rekomendasi impor baru..Tujuannya supaya benih itu tidak membawa penyakit hawar daun yang mematikan pohon karet karena Indonesia juga produsen karet terbesar nomor dua di dunia..”Meskipun prosedur impornya sulit tetapi tetapi tetap tiap minggu saya menandatangani izin impor 4-5 juta benih” katanya.

Animo masyarakat menanam kelapa sawit sangat tinggi dalam 2-3 tahun terakhir . Hal ini berbeda dengan tahun 2005 dimana perusahaan benih hanya menghasilkan sedikit itupun harus ada yang dimusnahkan karena tidak ada yang beli.

“Sekarang harga sawit naik gila-gilaan pembeli jadi gila. Siapa meyangka harga CPO sekarang bisa diatas USD1000/ton, tidak pernah terbayangkan. Padahal biaya produksi hanya USD300/ton untuk perkebunan besar swasta dan petani kalau efisien dengan perhitungan harga pupuk sudah naik. dan USD400/ton untuk PTPN karena dibebani berbagai misi sosial seperti harus menampung lapangan kerja” katanya.

Pengusaha mengeluh karena ada pungutan ekspor dan mereka mengomel keuntungan besar tidak dinikmati pengusaha tetapi diambil pemerintah. Dalam kesulitan negara sekarang ini Pungutan Ekspor bisa sedikit menutupi berbagai keperluan negara. “Inilah sumbangan pengusaha kelapa sawit kepada pemerintah yang sedang mengalami kesulitan.

Kapan lagi pengusaha menyumbang pemerintah. Nanti kalau negara bagus PE akan diperkecil bahkan mungkin tidak ada” kata Mangga. Beberapa perusahaan benih sudah mengajukan surat minta izin menaikkan harga pada semester dua tahun ini. Dirjen setuju dengan catatan khusus untuk kepentingan perusahaan perkebunan saja.

Sedang untuk kepentingan masyarakat yaitu petani plasma tidak perlu dinaikkan karena sudah tercantum di DIPA sudah tercantum. Sudah ada kesepakatan 30% dari produksi benih dialokasikan untuk petani dan kalau pengusaha tetap menaikkan juga harga untuk petani maka mengurangi bagian yang seharusnya menjadi hak petani (Media Perkebunan).

(Bagi rekan-rekan yang berminat mengenal lebih lanjut profil media perkebunan, majalah pertama yang khusus membahas tentang perkebunan, dapat mengunjungi situsnya di http://www.mediaperkebunancyber.com/teknologi.html)

Rabu, 03 September 2008

VARIETAS RGM97-8752 & RGM97-10120: TAHAN PENYAKIT HANGUS DAUN DAN MEMILIKI PRODUKTIVITAS TINGGI

RGM97-8752 dan RGM97-10120 merupakan varietas unggul hasil persilangan Riset dan Pengembangan PT. Gunung Madu Plantation (GMP) pada tahun 1997. Untuk membuktikan keunggulan varietas ini pihak GMP melaksanakan proses pengujian yang cukup ketat. Antara lain dengan melakukan seleksi terhadap 57.924 semai selama 4 tahap, dilanjutkan Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP) pada tanaman pertama (PC) yang diikuti dengan keprasan ke-3 (RC-3). Sehingga dapat dibuktikan bahwa varietas ini memiliki produktivitas yang tinggi dan karakteristik agronomis yang menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan.

Varietas RGM97-8752 merupakan turunan dari persilangan PSBM88-133 dengan ROC 1. Sedangkan RGM97-10120 merupakan keturunan dari persilangan PSBM88-113 dengan GM 20. Dan Ciri agronomi dari varietas RGM97-8752 antara lain memiliki pertumbuhan relatif cepat, tidak berbunga, masak tengah dan daya keprasnya relatif baik. Sedangkan RGM97-10120 memiliki ciri pertumbuhan relatif cepat, tidak berbunga, dan daya keprasnya relatif baik. Namun sifat kemasakannya adalah masak tengah-akhir.



Hasil pengujian Riset dan Pengembangan PT. Gunung Madu Plantation (GMP) menunjukkan bahwa RGM97-8752 dan RGM97-10120 memiliki produktivitas tinggi. Hasil tebu dari varietas RGM97-8752 dapat mencapai 196 ton/ha, dengan tingkat rendemen mencapai 9,5% dan hasil hablur hingga 8,4 ton/ha. Sedangkan hasil tebu untuk varietas RGM97-10120 dapat mencapai 105 ton/ha, dengan rendemen hingga 8,7 % dan hasil hablur mencapai 8,7 ton ha.

Sedangkan dari hasil multilokasi di tiga wilayah Divisi 1,2 dan 5 diketahui bahwa RGM97-8752 dan RGM97-10120 terlihat lebih unggul dibandingkan dengan varietas uji komersial TC 4. Hasil analisis stabilitas membuktikan bahwa varietas RGM97-10120 memiliki stabilitas hasil tebu maupun hasil gula. Demikian juga dengan RGM97-10120. Stabilitas rendemen dari kedua varietas ini juga tampaknya cukup baik di berbagai lingkungan jika dibandingkan dengan varietas uji komersial TC 4.

Salah satu keunggulan dari kedua varietas ini adalah relatif resisten terhadap penyakit hangus daun. Pada uji coba ketahanan hama, dimana kedua jenis varietas ini di tanam di daerah endemik, ditemukan hasil, kedua jenis varietas ini tidak terserang penyakit hangus daun sama sekali.

Oleh karena keungulan tersebut maka pada Sidang Pelepasan Varietas yang dilaksanakan 29 Agustus 2008, kedua varietas ini dinyatakan layak dilepas sebagai benih bina. Setelah dilepas varietas itu akan diberi nama GMP 1 untuk RGM97-8752 dan GMP 2 untuk RGM97-10120.

Oleh para pemulia, kedua varietas ini direkomendasikan ditanam di wilayah dengan karakteristik tanah Podsolik Merah kuning dan beriklim basah. Dan sangat tepat dikembangkan untuk daerah endemik penyakit hangus daun (leaf scorch).

Tentunya bibit tebu varietas ini dapat diperoleh di PT. Gunung Madu Plantation yang berlokasi di Lampung.

(Pemesanan bibit dapat dilakukan dengan menghubungi pengelola blog ini)

Senin, 01 September 2008

KEUNGGULAN VARIETAS TEBU CB 6979


Varietas tebu CB 6979 menunjukkan keragaan tanaman yang memuaskan pada lahan Aluvial, Latosol, Podsolik dan Grumosol. Tingkat ketersediaan air yang terbatas dan jeluk tanah terbatas untuk perakaran, tampaknya pertumbuhan tanaman CB 6979 sangat baik.

Pada kondisi serangan hama penggerek batang dan penggerek pucuk yang sangat tinggi, terlihat bahwa CB 6979 sangat toleran terhadap serangan tersebut sehingga mampu memberikan produksi tebu yang paling memuaskan. Hasil pengamatan secara deskriptif terlihat bahwa pada jenis lahan berat (liat) seperti di Jatitujuh, terlihat keragaan tanaman seragam pertumbuhannya dengan rata-rata 8-10 batang per meter juring.

Pertunasan terjadi secara serempak, berbatang tegak, diameter sedang sampai besar. Ketahanan terhadap kekeringan tampak pada tingkat perkecambahan pada keprasannya yang tidak terganggu pertumbuhannya. Tampaknya CB 6979 sangat cocok untuk dikembangkan pada lahan tegalan dengan tingkat kesuburan yang terbatas (P3GI, 2007) .